BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Senin, 05 November 2012

Anomali Indonesia, Terbesar di Kawasan Tapi Bukan yang Terkuat

VIVAnews – Pemerintah Indonesia harus mampu membaca potensi dan daya tawarnya, serta memperkuat posisi dalam percaturan geopolitik dunia yang berubah. Untuk itu Indonesia harus menata ulang posisinya agar lebih kuat dan mantap di panggung dunia.

“Geopolitik dunia tengah berubah, yang ditandai dengan pergeseran pusat kekuatan ekonomi dan pertahanan dunia dari Atlantik ke Pasifik,” kata Ali Masykur Musa, Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) di Gedung Pengurus Besar NU, Jakarta, Senin, 5 November 2012.

Menurutnya, setelah Amerika Serikat dihantam krisis yang kemudian disusul dengan gelombang panjang resesi di Eropa, Asia tampil sebagai kekuatan ekonomi yang menjanjikan, dan Indonesia termasuk di dalamnya.

“Indonesia sendiri kini tengah mendapat sorotan dunia karena ekonominya terus bertumbuh di atas 6 persen setiap tahun, dan diperkirakan akan menjadi The Next Economic Superpowers pada 2030 bersama China, India, dan Korea Selatan,” kata anggota Badan Pemeriksa Keuangan itu.

Ali menuturkan, Indonesia mempunyai potensi kekayaan kelautan yang penting secara geopolitik dan ekonomi. Alur laut kepulauan Indonesia sangat strategis karena sekitar 40 persen perdagangan dunia berjalan melalui selat dan perairan Nusantara.

“Sekitar 80-85% APBN Australia dan Singapura bergantung pada lalu-lintas transportasi di perairan Indonesia. Jepang dan China juga menggantungkan 80 persen pasokan energinya dari Timur Tengah melalui Selat Malaka,” kata dia.

Ali menjelaskan, baru sekitar 23,42 persen dari potensi kekayaan laut yang dimanfaatkan. Berdasarkan data tahun 2011, sektor kelautan dan perikanan hanya menyumbang Rp146,63 miliar terhadap PNBP. Padahal potensinya mencapai US$171 miliar atau Rp1.624 triliun, dan bisa digenjot hingga Rp3 ribu triliun per tahun dengan teknologi canggih.

Dosen Hubungan Internasional Universitas Indonesia Edy Prasetyono menjelaskan, geopolitik adalah hubungan antara geografi, politik, dan kekuasaan. Hubungan antarnegara, kata dia, muncul dari kombinasi ketiga faktor itu. Indonesia memiliki kekuatan kelautan yang strategis dan kaya.

Dalam geopolitik, laut dimaknai sebagai dimensi persaingan negara besar dalam sumber daya alam, rute, dan proyeksi kekuatan. “Maka, mau tidak mau Indonesia harus memperkuat laut. Sejak ditemukan teknologi laut, negara besar memprioritaskan laut untuk mendominasi dunia,” kata Edy.

Menurut dia, Indonesia harus memperkuat kekuatan pertahanan sebagai daya tawarnya. Kebijakan 'tanpa musuh' akan efektif ditopang kekuatan pertahanan. “Create no enemy dengan memperkuat pertahanan. Kalau pertahanan kuat, negara lain akan datang untuk berteman,” ujar Edy.

Umumnya, kata dia, negara yang terbesar di suatu kawasan, memiliki kekuatan militer yang terkuat pula di kawasan itu. Hal itu misalnya terjadi pada China dan Jepang di Asia Timur, Australia di Pastifik Selatan, India dan Pakistan di Asia Selatan, Irak dan Iran di kawasan Teluk, Arab Saudi di jazirah Arab, Jerman, Perancis, dan Inggris di Eropa, Mesir dan Libya di Afrika, Rusia di Eropa Timur, serta Brazil dan Argentina di Amerika Latin.

Namun, menurut Edy, hal berbeda terjadi pada Indonesia. Indonesia adalah negara terbesar di kawasan Asia Tenggara, tapi bukan yang terkuat.

Tidak ada komentar: