VIVAnews –
Humas Kementerian BUMN, Faisal Hamili, juga ikut memberikan keterangan
kepada Badan Kehormatan DPR mendampingi Menteri BUMN Dahlan Iskan, Senin
5 November 2012.
Pemanggilan BK DPR terhadap Humas BUMN terkait pesan singkat berantai yang menyebutkan inisial oknum anggota DPR yang melakukan pemerasan kepada perusahaan BUMN. “Saya mengklarifikasi soal SMS penyebar inisial oknum anggota dewan,” ujar Faisal di Gedung DPR, Senayan, Jakarta.
Dia dimintai klarifikasi soal pesan berantai tersebut karena pada bagian bawah pesan singkat itu tercantum tulisan Humas BUMN. “BUMN itu ada 141, dan saya Humas Kementerian BUMN,” kata dia.
Faisal mengatakan, sudah melakukan klarifikasi kepada Humas BUMN lainnya, dan tak satu pun yang mengirimkan pesan berisi inisial anggota dewan. “BK minta kami ikut menelusuri itu karena BK DPR ingin membersihkan BUMN, dan ini kerja BUMN dan BK,” ujarnya.
Faisal mengaku baru mendapatkan pesan berantai itu pada tanggal 29 Oktober 2012 pukul 22.00 WIB. “Saya dapat dari wartawan yang mau konfirmasi,” kata dia.
Terkait pesan berantai itu, Faisal mengaku telah dihubungi oleh anggota DPR. “Saya ditelepon Pak Arya Bima dan Pak Bambang Soesatyo. Saya katakan ‘Pak, kami tak pernah keluarkan SMS seperti itu dan kami merasa ada yang mengadu domba',” kata dia.
Faisal mengaku belum tahu siapa yang menyebarkan pesan itu. “Itu di luar kapasitas kami. Tapi dalam politik apapun bisa dilakukan,” ujarnya.
Lapor Polisi
Humas BUMN Faisal Hamili pun akan melaporkan pesan berantai itu ke polisi untuk mencari tahu penyebarnya. “Kemungkinan kami akan melaporkan ke polisi,” kata dia. Selain Humas BUMN, BK DPR pun akan melaporkan hal itu secara terpisah.
Namun sebelum melapor ke polisi, ia akan berkonsultasi lebih dahulu dengan Dahlan Iskan. “Nanti saya sebagai bawahan akan lapor ke Pak Dahlan,” ujarnya.
Faizal menambahkan, Humas BUMN secara keseluruhan telah dirugikan oleh pesan berantai yang berisi inisial oknum anggota dewan pemeras BUMN. Pasalnya, pesan tersebut telah mengadu-domba antara BUMN dan DPR.
“Mengadu-domba dua lembaga antara legislatif dan eksekutif. Akibatnya DPR sebagai lembaga pengawasan merasa tercemar,” kata dia. (umi)
Pemanggilan BK DPR terhadap Humas BUMN terkait pesan singkat berantai yang menyebutkan inisial oknum anggota DPR yang melakukan pemerasan kepada perusahaan BUMN. “Saya mengklarifikasi soal SMS penyebar inisial oknum anggota dewan,” ujar Faisal di Gedung DPR, Senayan, Jakarta.
Dia dimintai klarifikasi soal pesan berantai tersebut karena pada bagian bawah pesan singkat itu tercantum tulisan Humas BUMN. “BUMN itu ada 141, dan saya Humas Kementerian BUMN,” kata dia.
Faisal mengatakan, sudah melakukan klarifikasi kepada Humas BUMN lainnya, dan tak satu pun yang mengirimkan pesan berisi inisial anggota dewan. “BK minta kami ikut menelusuri itu karena BK DPR ingin membersihkan BUMN, dan ini kerja BUMN dan BK,” ujarnya.
Faisal mengaku baru mendapatkan pesan berantai itu pada tanggal 29 Oktober 2012 pukul 22.00 WIB. “Saya dapat dari wartawan yang mau konfirmasi,” kata dia.
Terkait pesan berantai itu, Faisal mengaku telah dihubungi oleh anggota DPR. “Saya ditelepon Pak Arya Bima dan Pak Bambang Soesatyo. Saya katakan ‘Pak, kami tak pernah keluarkan SMS seperti itu dan kami merasa ada yang mengadu domba',” kata dia.
Faisal mengaku belum tahu siapa yang menyebarkan pesan itu. “Itu di luar kapasitas kami. Tapi dalam politik apapun bisa dilakukan,” ujarnya.
Lapor Polisi
Humas BUMN Faisal Hamili pun akan melaporkan pesan berantai itu ke polisi untuk mencari tahu penyebarnya. “Kemungkinan kami akan melaporkan ke polisi,” kata dia. Selain Humas BUMN, BK DPR pun akan melaporkan hal itu secara terpisah.
Namun sebelum melapor ke polisi, ia akan berkonsultasi lebih dahulu dengan Dahlan Iskan. “Nanti saya sebagai bawahan akan lapor ke Pak Dahlan,” ujarnya.
Faizal menambahkan, Humas BUMN secara keseluruhan telah dirugikan oleh pesan berantai yang berisi inisial oknum anggota dewan pemeras BUMN. Pasalnya, pesan tersebut telah mengadu-domba antara BUMN dan DPR.
“Mengadu-domba dua lembaga antara legislatif dan eksekutif. Akibatnya DPR sebagai lembaga pengawasan merasa tercemar,” kata dia. (umi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar