VIVAnews
- Lebih dari 600 anggota organisasi Radio Antar Penduduk Indonesia
(RAPI) dan Organisasi Amatir Radio Indonesia (Orari) kabupaten Bantul
bersepakat menjadi garda terdepan dalam pemberi informasi. Mereka
sepakat untuk membangun sistem informasi kebencanaan berbasis
masyarakat.
“Kita hidup di kawasan rawan bencana dan informasi terkait kebencanaan merupakan kebutuhan penting,” kata Sumardi, Sekretaris RAPI Bantul asal Trimulyo, Bantul, DIY, Senin 15 September 2014.
Sejak didirikan tahun 2012, RAPI di Bantul memiliki 105 anggota pemilik frekuensi. Saat ini jumlah tersebut sudah berkembang menjadi 350 anggota. Sebagai bagian dari organisasi nasional yang sudah berdiri sejak 1980, RAPI juga memiliki kewajiban memberikan informasi dan kegiatan kebencanaan terhadap masyarakat.
Dari 17 kecamatan di Bantul sampai saat ini baru ada 13 kecamatan yang sudah memiliki posko RAPI. Untuk mempermudah penyebaran informasi, kantor RAPI melekat di tiap kecamatan dan kantor kabupaten, juga di Badan penanggulangan bencana daerah (BPBD).
Ketua Pembina organisasi RAPI nasional Kombes Pol Suharsono menggambarkan, carut marutnya penanganan gempa 27 Mei 2006 di kabupaten Bantul, yang meratakan 200 ribu rumah lebih dan menewaskan 600-an jiwa. Hal ini dikarenakan informasi penanganan bencana kurang terpadu, penanganan di awal-awal bencana tidak maksimal.
Penanganan korban bencana hanya terjadi di beberapa titik yang mudah terjangkau dan seringkali dropping logistic tidak sesuai dengan kebutuhan riil masyarakat. Minimnya informasi yang valid juga mengakibatkan distribusi logistik menumpuk di awal penanganan bencana.
Suharsono menambahkan, salah satu contoh kongkrit yang perlu ditiru adalah komunitas Jalin Merapi dalam menangani bencana erupsi Merapi 2010 yang menewaskan 398 jiwa dan meratakan 23 perkampungan. Dibangun atas azas silaturohmi, digerakkan oleh masyarakat.
“Kita hidup di kawasan rawan bencana dan informasi terkait kebencanaan merupakan kebutuhan penting,” kata Sumardi, Sekretaris RAPI Bantul asal Trimulyo, Bantul, DIY, Senin 15 September 2014.
Sejak didirikan tahun 2012, RAPI di Bantul memiliki 105 anggota pemilik frekuensi. Saat ini jumlah tersebut sudah berkembang menjadi 350 anggota. Sebagai bagian dari organisasi nasional yang sudah berdiri sejak 1980, RAPI juga memiliki kewajiban memberikan informasi dan kegiatan kebencanaan terhadap masyarakat.
Dari 17 kecamatan di Bantul sampai saat ini baru ada 13 kecamatan yang sudah memiliki posko RAPI. Untuk mempermudah penyebaran informasi, kantor RAPI melekat di tiap kecamatan dan kantor kabupaten, juga di Badan penanggulangan bencana daerah (BPBD).
Ketua Pembina organisasi RAPI nasional Kombes Pol Suharsono menggambarkan, carut marutnya penanganan gempa 27 Mei 2006 di kabupaten Bantul, yang meratakan 200 ribu rumah lebih dan menewaskan 600-an jiwa. Hal ini dikarenakan informasi penanganan bencana kurang terpadu, penanganan di awal-awal bencana tidak maksimal.
Penanganan korban bencana hanya terjadi di beberapa titik yang mudah terjangkau dan seringkali dropping logistic tidak sesuai dengan kebutuhan riil masyarakat. Minimnya informasi yang valid juga mengakibatkan distribusi logistik menumpuk di awal penanganan bencana.
Suharsono menambahkan, salah satu contoh kongkrit yang perlu ditiru adalah komunitas Jalin Merapi dalam menangani bencana erupsi Merapi 2010 yang menewaskan 398 jiwa dan meratakan 23 perkampungan. Dibangun atas azas silaturohmi, digerakkan oleh masyarakat.
Informasi Riil
Jalin Informasi mampu
memberikan informasi riil, mengatasi carut marut dan simpang siurnya
informasi terkait erupsi merapi sehingga penanganan korban erupsi merapi
lebih merata dan sesuai dengan kebutuhan.
“Kita berkeyakinan, organisasi RAPI dan Orari akan mampu menjadi salah satu sumber informasi terpercaya dalam membangun kesiapsiagaan bencana warga apalagi kita berada di kawasan rawan bencana,” kata Suharsono yang tinggal di Sewon, bantul.
Untuk menjadikan RAPI dan Orari sebagai garda depan pemberi informasi warga, sebagai langkah awal Suharsono memberikan bantuan HT di 13 posko yang sudah ada dan 7 HT sebagai cadangan, antene agar jangkauan lebih luas.
“Kita berkeyakinan, organisasi RAPI dan Orari akan mampu menjadi salah satu sumber informasi terpercaya dalam membangun kesiapsiagaan bencana warga apalagi kita berada di kawasan rawan bencana,” kata Suharsono yang tinggal di Sewon, bantul.
Untuk menjadikan RAPI dan Orari sebagai garda depan pemberi informasi warga, sebagai langkah awal Suharsono memberikan bantuan HT di 13 posko yang sudah ada dan 7 HT sebagai cadangan, antene agar jangkauan lebih luas.
Namun yang terpenting
dalah bagaimana membangun sistem, mempersiapkan SDM yang mumpuni.
“Pelatihan, studi banding ke pusat informasi berbasis masyarakat itu
akan kita lakukan sebagai upaya membangun informasi berbasis masyarakat
di Kabupaten bantul,” kata Suharsono. (ren)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar