VIVAnews -
Mantan Kepala Dinas Perhubungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Udar
Pristono ditahan Kejaksaan Agung terkait kasus korupsi pengadaan bus
TransJakarta anggaran 2012 dan 2013.
Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo enggan mengomentari mendalam soal penahanan bekas anak buahnya itu. Kata Jokowi, sapaan Joko Widodo, penahanan Udar merupakan ranah hukum. Sehingga, dia mengaku tidak punya wewenang mencampuri hal itu.
"Saya yakini wilayah hukum. Sudah saya serahkan itu penanganannya. Kalau memang ada undangan (panggilan kejaksaan), ya saya hadir," ujar Jokowi di Balai Kota DKI Jakarta, Kamis, 18 Desember 2014.
Jokowi kembali menjelaskan perihal kasus yang menjerat anak buahnya itu. Kata Jokowi, masa-masa awal menjabat Gubernur, Jakarta sangat kekurangan banyak bus TransJakarta.
Kemudian pada tahun 2013, kata Jokowi, Pemprov memutuskan pengadaan bus armada TransJakarta secara besar-besaran guna memenuhi kebutuhan seluruh koridor.
Namun, karena di lingkungan Pemprov DKI sudah ada mekanisme pengadaan barang dan jasa, maka Jokowi mempercayakan kepada Dinas Perhubungan DKI Jakarta untuk membeli bus-bus itu.
"Karena saya nggak bisa menunjuk, saya suruh ke dinas. Kalau bisa menunjuk, tentu saya beli yang bagus, Volvo, Mercedes. Tapi kebijakannya kan harus ada pengguna anggaran. Ini umpamanya, saya perintahkan kamu beli sabun wangi, terus kamu malah beli sabun colek," Jokowi menjelaskan.
Menurut Jokowi, semua proses dan prosedur untuk pengadaan bus itu sebenarnya sudah dilalui dengan baik. Bahkan, Pemprov DKI sudah menggandeng Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk mengawasi seluruh proses pengadaan.
"Tapi kembali lagi, ini memang tergantung orang-orang yang memegang saat itu," ujar Presiden terpilih.
Dari seluruh bus yang pengadaannya bermasalah itu, kata Jokowi, akhirnya tidak ada satupun yang dioperasikan oleh Pemprov DKI Jakarta.
"Jangan ada yang ngomong sekian triliun. Itu yang dibayarkan akhirnya hanya kira-kira mungkin Rp500-600 miliar dari total Rp3 triliun," ucap Jokowi.
Minta Jokowi tanggungjawab
Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo enggan mengomentari mendalam soal penahanan bekas anak buahnya itu. Kata Jokowi, sapaan Joko Widodo, penahanan Udar merupakan ranah hukum. Sehingga, dia mengaku tidak punya wewenang mencampuri hal itu.
"Saya yakini wilayah hukum. Sudah saya serahkan itu penanganannya. Kalau memang ada undangan (panggilan kejaksaan), ya saya hadir," ujar Jokowi di Balai Kota DKI Jakarta, Kamis, 18 Desember 2014.
Jokowi kembali menjelaskan perihal kasus yang menjerat anak buahnya itu. Kata Jokowi, masa-masa awal menjabat Gubernur, Jakarta sangat kekurangan banyak bus TransJakarta.
Kemudian pada tahun 2013, kata Jokowi, Pemprov memutuskan pengadaan bus armada TransJakarta secara besar-besaran guna memenuhi kebutuhan seluruh koridor.
Namun, karena di lingkungan Pemprov DKI sudah ada mekanisme pengadaan barang dan jasa, maka Jokowi mempercayakan kepada Dinas Perhubungan DKI Jakarta untuk membeli bus-bus itu.
"Karena saya nggak bisa menunjuk, saya suruh ke dinas. Kalau bisa menunjuk, tentu saya beli yang bagus, Volvo, Mercedes. Tapi kebijakannya kan harus ada pengguna anggaran. Ini umpamanya, saya perintahkan kamu beli sabun wangi, terus kamu malah beli sabun colek," Jokowi menjelaskan.
Menurut Jokowi, semua proses dan prosedur untuk pengadaan bus itu sebenarnya sudah dilalui dengan baik. Bahkan, Pemprov DKI sudah menggandeng Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk mengawasi seluruh proses pengadaan.
"Tapi kembali lagi, ini memang tergantung orang-orang yang memegang saat itu," ujar Presiden terpilih.
Dari seluruh bus yang pengadaannya bermasalah itu, kata Jokowi, akhirnya tidak ada satupun yang dioperasikan oleh Pemprov DKI Jakarta.
"Jangan ada yang ngomong sekian triliun. Itu yang dibayarkan akhirnya hanya kira-kira mungkin Rp500-600 miliar dari total Rp3 triliun," ucap Jokowi.
Minta Jokowi tanggungjawab
Udar ditahan Kejaksaan
Agung, Rabu 17 September 2014. Saat digelandang ke ruang tahanan, Udar
menyatakan Jokowi juga harus bertanggung jawab terkait kasus ini.
"Saya bekerja untuk Pak Jokowi (Gubernur DKI). Tapi ketika saya kesandung bus karatan, kenapa saya jadi dimasukkan tahanan?" ujar Pristono
Pristono meminta perlindungan dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Menurutnya, sebagai bawahan Gubernur, dirinya berhak mendapatkan perlindungan secara hukum.
"Tolonglah kami sebagai anak buahnya (Gubernur DKI) ini dilindungi," katanya.
Dalam kasus korupsi pengadaan TransJakarta tahun anggaran 2013, Kejagung telah menetapkan mantan Kepala Dishub DKI Jakarta Udar Pristono, Direktur Pusat Teknologi Industri dan Sistem Transportasi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Prawoto.
Kemudian, Pejabat Pembuat Komitmen Pengadaan Bus Peremajaan Angkutan Umum Reguler dan Kegiatan Pengadaan Armada Bus TransJakarta Drajat Adhyaksa, dan Ketua Panitia Pengadaan Barang/Jasa Bidang Pekerjaan Konstruksi 1 Dinas Perhubungan DKI Jakarta Setyo Tuhu.
Sementara untuk tahun anggaran 2012, Kejagung menetapkan dua orang tersangka, yaitu GNW, Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang juga Kepala Seksi Rekayasa Lalu Lintas Dishub, serta HH, pensiunan PNS Dishub DK I Jakarta.
"Saya bekerja untuk Pak Jokowi (Gubernur DKI). Tapi ketika saya kesandung bus karatan, kenapa saya jadi dimasukkan tahanan?" ujar Pristono
Pristono meminta perlindungan dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Menurutnya, sebagai bawahan Gubernur, dirinya berhak mendapatkan perlindungan secara hukum.
"Tolonglah kami sebagai anak buahnya (Gubernur DKI) ini dilindungi," katanya.
Dalam kasus korupsi pengadaan TransJakarta tahun anggaran 2013, Kejagung telah menetapkan mantan Kepala Dishub DKI Jakarta Udar Pristono, Direktur Pusat Teknologi Industri dan Sistem Transportasi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Prawoto.
Kemudian, Pejabat Pembuat Komitmen Pengadaan Bus Peremajaan Angkutan Umum Reguler dan Kegiatan Pengadaan Armada Bus TransJakarta Drajat Adhyaksa, dan Ketua Panitia Pengadaan Barang/Jasa Bidang Pekerjaan Konstruksi 1 Dinas Perhubungan DKI Jakarta Setyo Tuhu.
Sementara untuk tahun anggaran 2012, Kejagung menetapkan dua orang tersangka, yaitu GNW, Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang juga Kepala Seksi Rekayasa Lalu Lintas Dishub, serta HH, pensiunan PNS Dishub DK I Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar