Oleh: Indra Hendriana
INILAHCOM, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai
hal yang wajar terkait tuntutan pencabutan hak politik. Karena tidak
semua terdakwa dituntut pencabutan hak politik untuk dipilih atau
memilih.
"Karena itu KPK melihat sebuah kewajaran kalau
menuntut hukuman tambahan yaitu mencabut hak politik untuk dipilih dalam
jabatan publik," kata Juru Bicara KPK Johan Budi di Jakarta, Selasa
(16/9/2014).
Menurut Johan, surat tuntutan yang disusun oleh
jaksa itu diwujudkan untuk dapat menimbulkan efek jera terhadap para
pelakunya. Selain itu, tuntutan juga harus berdasarkan rasa keadilan
publik karena korupsi itu tergolong kejahatan luar biasa.
"Tidak
semua perkara (korupsi) dikenakan hukuman tambahan yakni pencabutan hak
politik. Apabila dirasa perlu, KPK akan mengenakan tuntutan itu.
Sekarang ada beberapa yang dikenakan, (misal) Anas Urbaningrum," ujar
Johan.
Dengan itu, kata Johan, surat tuntutan yang dibuat oleh
jaksa sudah benar. Hal itu bisa dilihat dengan putusan Mahkamah Agung
(MA) yang mencantumkan terkait pencabutan hak politik.
"Putusan
di MA untuk mencabut hak dipilih pada jabatan publik bisa jadi gambaran
bahwa KPK sudah benar untuk menuntut itu," jelas dia.
Sebelumnya
diberitakan, pada putusan kasasi, Senin 15 September 2014, Ketua Majelis
Kasasi yang juga Ketua Kamar Pidana MA Artidjo Alkostar, dengan anggota
Majelis Hakim Agung M Askin dan MS Lumme mencabut hak politik Luthfi
Hasan Ishaq mantan Presiden PKS.
Dalam putusan kasasinya,
Mahkamah Agung memperberat hukuman Luthfi menjadi 18 tahun penjara dan
mencabut hak politiknya. Padahal, pada pengadilan tingkat pertama,
Luthfi divonis 16 tahun penjara.[ris]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar