BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Rabu, 06 Juni 2012

28 Hakim Tercela Kena Sanksi Mahkamah Agung

RMOL.Perilaku hakim tercela masih kerap terjadi. Buktinya, dalam tiga bulan pertama di tahun ini Mahkamah Agung sudah menjatuhkan sanksi tegas terhadap 28 orang hakim.
Rinciannya 6 hakim dihukum berat, 4 dalam proses per­si­dangan, dan 18 belas dihukum ringan. Kebanyakan dari mereka yang kena sanksi karena mela­ku­kan perbuatan tercela. Selain ha­kim ada juga pejabat penga­dilan yang kena sanksi dari MA. Bila digabungkan hakim dan aparatur pengadilan ada 69 orang. “Ada hakim Ad Hoc, panitera, pejabat struktural, hingga juru sita. Bah­kan ada staf pengadilan yang di­berhentikan gara-gara melakukan pen­curian,” kata Kepala Badan Pe­ngawasan MA Syarifuddin da­lam rilisnya kepada Rakyat Mer­deka, Senin lalu.
Misalnya, HW bekas kepala Pengadilan Negeri Kebumen yang mendapat hukuman berat, yak­ni diturunkan dari jabatan struktural ke hakim non palu se­lama satu tahun. Dia juga di­hu­kum dengan pe­ngu­rangan tun­jangan remunerasi se­be­sar 100 persen selama setahun.
Hakim ER, yang menjabat se­bagai Kepala PN Kuningan, Ja­bar dimutasi ke Pengadilan Ting­gi Bengkulu sebagai hakim non palu dan rela kehilangan tun­jang­an remunerasinya selama dua tahun.
Hal ini jelas menambah pan­jang daftar hakim bermasalah se­la­ma hampir 1,5 tahun terakhir ini. Sebelumnya, tahun 2011 MA telah menghukum 130 aparatur per­adilan, 38 persen di antaranya adalah hakim, staf pengadilan 19,6 persen, dan panitera peng­gan­ti 11,8 persen.
Dari 130 aparatur yang dihu­kum, sebanyak 43 aparat per­adil­an dikenakan hukuman disiplin berat, 22 dijatuhi hukuman se­dang, dan 62 dikenakan hu­kuman disiplin ringan. Selain itu ada dua orang dari peradilan militer dikenakan sanksi teguran, dan satu orang lagi dikenakan sanksi penahanan.
Pelanggaran yang paling sering terjadi adalah pelanggaran disip­lin sebanyak 53,85 persen, un­professional conduct sebesar 20,77 persen dan pelanggaran ko­de etik 13,85 persen. Di tahun yang sama juga, MA dan Komisi Yudisial telah menggelar sidang Majelis Kehormatan Hakim sebanyak empat kali.
Dari MKH tersebut, satu orang hakim diberhentikan tidak hor­mat, satu orang hakim diber­hen­tikan dengan hormat atas per­min­taan sendiri, satu orang hakim di non-palu dan dimutasi, serta satu orang hakim diberi teguran tertulis.
Terkait banyaknya pelanggaran para hakim itu, Ketua Muda Pe­nga­wasan MA Timur P Ma­nu­lung mengatakan, pihaknya akan turun langsung untuk melakukan pengawasan terhadap hakim.
Timur mengungkapkan, sela­ma Januari hingga Mei tahun ini, terjadi peningkatan jumlah la­por­an, yakni menyangkut kegiatan ha­kim yang tidak sesuai keten­tuan sebanyak 753 laporan. Dari jumlah tersebut yang sudah dila­kukan penindakan sebanyak 35 laporan.
Untuk menindaklanjuti laporan pengaduan dari masyarakat itu MA meningkatkan kerja sama dengan KY demi terwujudnya pe­ngadilan yang bersih, dan ber­wi­bawa. Kerja sama itu juga se­ka­ligus menepis rumors keti­dak­harmonisan hubungan dua lem­baga tersebut.
Terpisah Juru Bicara KY Asep Rah­mat Fajar mengatakan, per Januari-April 2012 lembaganya telah melakukan investigasi terhadap 613 laporan. Hasilnya menelurkan rekomendasi antara lain, dua nama hakim dibawa ke sidang Majelis Kehormatan Hakim (MKH).
Sampai Juni ini sudah mere­ko­mendasi 10 hakim. Dari jumlah tersebut, dua hakim pelanggar kode etik sudah dihukum dengan sanksi berat, tujuh sanksi ringan, dan satu sanksi sedang.
Diungkapkan, jumlah hakim yang dipanggil untuk diperiksa KY dari tahun 2005 sampai 15 De­­sember 2011, sebanyak 471 ha­kim, dan yang memenuhi pang­­gilan 452 hakim.
“Tahun lalu saja cuma 471 hakim yang memenuhi panggilan KY. Dari 452 hakim yang dipe­rik­sa, sebanyak 133 orang telah direkomendasikan ke MA untuk di­jatuhkan sanksi. Ada tiga ma­cam rekomendasi sanksi, yaitu te­guran tertulis, pemberhentian se­men­tara dan pemberhentian tidak hormat,” terangnya.
Terbuka Untuk Diinvestigasi
Maqdir Ismail, Praktisi Hukum
Pengertian tentang pelang­garan dalam wilayah peradilan masih sempit. Umumnya, ha­kim atau aparatur pengadilan diang­gap melanggar atau ber­buat ter­cela lantaran menerima suap atau melakukan pemeras­an.
Menerima suap atau me­me­ras memang jadi momok bagi peradilan di tanah air, dan harus diberantas.
Adanya Komisi Yudisial di­ha­rapkan bisa diberikan peran yang besar dalam melakukan pe­ngawasan kepada hakim, dan re­komendasinya mesti meng­ikat Mahkamah Agung agar bisa dilaksanakan. Jangan hasil in­vestigasi KY yang meng­ha­biskan waktu dan banyak uang dianggap angin lalu saja.
Sebaiknya KY tidak hanya me­ngawasi perilaku hakim saja, tapi juga diharapkan mem­buka mata bahwa putusan hakim pun berpotensi pelang­garan dan terbuka untuk inves­tigasi.
Sebuah putusan yang tidak didasarkan alat bukti kuat, ma­ka itu bisa dianggap pelang­gar­an. Hakim juga manusia. Pu­tusan yang dibuatnya pun bisa salah.
Jangan sampai muncul stig­ma buruk di masyarakat. Bah­wa hakim merupakan wakil tuhan yang tidak bisa salah dan ke­bal dari hukuman.   Sebisa mungkin bisa mempertahankan ke­percayaan masyarakat ter­hadap  lembaga peradilan. Ka­lau sudah hilang, dikha­watir­kan timbul peradilan jalanan.
Jumlah Segitu Masih Minim
Gede Pasek Suardika, Ketua Komisi III
Keberanian Mahkamah Agung buka-bukaan telah meng­hukum hakim nakal patut diacungi jempol. Tindakan itu menandakan  MA aktif bersih-bersih internal­nya.
Jangan sampai muncul pra­sang­ka para hakim yang di­tindak adalah hakim kelas teri. Masyarakat perlu tahu MA ti­dak tebang pilih.
Kalau melihat jumlah hakim dengan praktik peradilan kotor sepertinya jumlah segitu masih sangat minim. Pengaduan suap, informasi jual beli perkara yang ber­edar di masyarakat begitu ba­nyak. Ini menjadi tantangan bagi MA untuk membersihkan institusi peradilan.
Kami di DPR yakin MA mam­pu mereformasi diri guna men­ciptakan peradilan yang ber­sih dan profesional. Bila hal itu terwujud masyarakat bisa menjadikan lembaga peradilan be­nar benar sebagai tempat men­cari keadilan. [Harian Rakyat Merdeka]

Tidak ada komentar: