BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Jumat, 27 Juli 2012

12 Hakim Kena Sanksi, 2 Hakim Telah Dipecat

RMOL.Ada kabar tak sedap di tengah hingar bingarnya persetujuan kenaikan kesejahteraan hakim. Selama enam bulan terakhir sebanyak 14 hakim dijatuhi sanksi.
Simak catatan Komisi Yudisial sejak Januari-Juni 2012 berikut. Dari 14 hakim yang kena sanksi itu dua di antaranya telah dipecat. Delapan hakim mendapatkan sanksi ringan, satu hakim menda­pat sanksi sedang. Sisanya men­da­patkan  sanksi berat.
Sanksi berat itu bentuknya bisa berupa pemecatan, atau bisa dinonpalukan selama enam bulan hingga dua tahun.
Wakil Ketua Komisi (KY) Imam Anshori Saleh mengata­kan, pemberian sanksi dan peme­catan dilakukan lembaganya dan Mah­ka­mah Agung (MA) melalui Ma­je­lis Kehormatan Hakim (MKH).
Proses penjatuhan sanksi ha­kim itu asal mulanya dari penga­duan masyarakat, kemudian ditindaklanjuti berdasarkan fakta dan bukti-bukti kuat. Maka­nya  tidak semua laporan masya­rakat memenuhi syarat untuk di­tindaklanjuti.
“Tidak sembarangan menja­tuh­kan sanksi kepada seorang hakim, perlu bukti kuat, sanksi, dan kla­rifikasi dari hakim ber­sang­kutan,” katanya kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, be­lum lama ini.
Selama ini KY dan MA selalu bekerjasama dengan baik dalam menindak hakim nakal. MA se­lalu menjalankan apa yang di­rekomendasikan putusan MKH, terutama terkait putusan yang menyangkut pemberhentian hakim dengan tidak hormat.
“KY dan MA melihat adanya pe­langgaran berat dari laporan masyarakat yang jumlahnya banyak sekali. Kemudian kita rekomendasikan dan dibawa ke sidang MKH. Sanksi pemecatan diputuskan dalam sidang MKH,” terangnya.
Menurutnya, hal itu dilakukan demi terciptanya rasa keadilan bagi penegakan hukum. Sebagai seorang penegak hukum harus tidak boleh melanggar hukum.
Saat ini jumlah hakim nakal masih banyak. Dari ribuan hakim yang tersebar di Indonesia, hanya kurang dari 5 persen saja yang menjunjung tinggi profesio­nali­tas dan integritas sebagai seorang hakim.
“Penjatuhan sanksi itu dilaku­kan demi menegakkan hukum. Tidak ada pilihan lain, sebagai pe­lajaran bagi yang lain. Sangat di­se­salkan, mencari 15 hakim agung saja sangat susah. Tapi kita harus memecat dan memberi sanksi hakim,” sesalnya.
Ditanya tentang hakim-hakim yang melakukan pelanggaran, le­laki asal Jombang, Jawa Timur ini optimis dengan Undang-Undang KY yang baru akan memper­sem­pit peluang hakim nakal untuk melakukan penyimpangan.
“Kalau aturannya jelas maka penyimpangan dan pelanggaran terhdap pedoman perilaku hakim akan semakin sempit. Sebab, pa­da prinsipnya pengawasan yang efektif akan menjadikan pihak yang diawasi lebih berhati-hati dalam bertindak,” tegasnya
Untuk upaya pencegahan, KY juga telah melakukan berbagai upa­ya seperti roadshow ke penga­dilan tinggi di daerah, dan me­rintis kerjasama dengan or­mas-ormas keagamaan supaya para hakim dapat memahami dan mengapli­kasikan ajaran agama­nya masing-masing. Serta meningkatkan kese­jahteraan para hakim terutama yang berada di daerah pedalaman.
“Berbagai macam upaya sudah dilakukan KY, MA, Kementerian Keuangan, Kemen PAN, dan Ke­mensetneg untuk mening­katkan profesionalitas dan integritas hakim. Hakim itu kan pejabat ne­ga­ra, jadi tunjangan dan gajinya harus berbeda dengan PNS,” terangnya.
Selain itu KY juga merea­lisasikan kewenangannya untuk meminta bantuan penegak hu­kum untuk melakukan penyada­pan telepon hakim. Hal ini sesuai dengan Pasal 20 Ayat (3) Un­dang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 Tentang Komisi Yudisial.
“KY tidak bisa melakukan itu (penyadapan), tapi bisa meminta bantuan kepada penegak hukum seperti kepolisian, KPK, dan Kejaksaan,” tuturnya.
Bekas anggota Komisi III DPR ini menjelaskan,  fungsi penya­da­pan terhadap telepon hakim sangat dibutuhkan, khususnya bidang pengawasan hakim dan dilakukan secara rahasia.
“KY tidak ingin meminta KPK atau polisi melakukan penyada­pan terhadap hakim apabila tidak punya dasar yang kuat. Kewe­nangan itu harus dilakukan secara hati-hati untuk menjaga kredi­bilitas hakim yang bersang­ku­tan,” jelasnya.
Dikatakan, penyadapan hanya dilakukan kepada hakim-hakim yang terindikasi melakukan ke­ja­hatan. “Kalau ada indikasi pe­lang­garan baru kita sadap,” pintanya.
Juru Bicara KY Asep Rahmat Fajar mengatakan, KY mereko­men­dasikan kepada MA untuk memberikan sanksi kepada 14 hakim karena diduga kuat me­langgar kode etik dan pedoman perilaku hakim dalam rentang waktu semester pertama Januari sampai Juni.
Acuannya karena poin kode etik yang dilanggar merata terkait sepuluh poin kode etik hakim. Re­komendasi sanksi ringan beru­pa teguran lisan atau tertulis, sank­si berat berupa pemecatan. “Sedangkan sanksi sedang saya belum tahu diserahkan kepada MA,” ujarnya.
Menurutnya, rekomendasi ter­se­but merupakan hasil tindak lan­jut 161 laporan dari 786 laporan yang masuk ke KY selama enam bulan pertama tahun ini, di luar tembusan. KY sendiri sudah memeriksa 86  hakim dan 101 saksi.
“Laporan masyarakat yang berjumlah 786 itu berasal dari se­mua provinsi di Indonesia. Ter­banyak berasal dari Provinsi DKI Jakarta, Jawa Timur, dan Jawa Barat. Diikuti Provinsi Sumatera Utara dan Jawa Tengah. Se­dang­kan yang paling sedikit adalah dari Gorontalo,” tambahnya.
Selama enam tahun terakhir, yakni 2005-2011, KY membe­ri­kan rekomendasi ke Mahkamah Agung untuk memberikan sanksi tegas kepada 134 hakim yang me­langgar kode etik dan pedoman perilaku hakim. Sebanyak 18 orang hakim di antaranya direko­mendasikan untuk dipecat atau diberhentikan tetap.
Dalam kesempatan ini Asep membeberkan,  tuntutan kenai­kan gaji hakim dikabulkan peme­rintah. MA dan KY, Kemen­set­neg, Kemenkeu dan Kemen PAN dan RB telah menyepakati besa­ran gaji dan tunjangan hakim. Diputuskan pendapatan minimal seorang hakim pemula adalah Rp 10 juta.
Itu belum termasuk tambahan tunjangan rumah dan transportasi jika hakim pemula tersebut belum mendapatkan rumah dan ken­daraan dinas di tempatnya ber­tugas.
Cermin Kegagalan Pembinaan MA
Yahdil Abdi Harahap, Anggota Komisi III DPR
Pembinaan dan reformasi kul­tural di kalangan hakim ma­sih jalan di tempat. Buktinya, masih saja ada hakim yang kena sanksi.
Padahal, berbagai dukungan yang diberikan pemerintah su­dah cukup untuk merubah tin­dakan hakim yang justru me­langgar kode etik.
Banyaknya pengaduan ma­syarakat yang diterima KY jus­tru karena banyak yang merasa dirugikan langsung oleh oknum hakim nakal. Hal itu juga me­rupakan cermin kegagalan ins­titusi MA dalam membina ha­kim dan memberikan pelayanan keadilan yang memuaskan ke­pada masyarakat.
Komisi III DPR mendesak MA dan KY  lebih intensif me­lakukan pengawasan tingkah laku hakim. Jika terbukti me­langgar, maka harus ada sanksi tegas.
Sinergi MA dan KY harus ditingkatkan demi menjaga kua­litas hakim. Kualitas itu men­cakup pengetahuan dan wawasan hukum, baik formal maupun material, serta integri­tas hakim.
Minimnya hakim yang ber­kualitas disebabkan sistem re­krutmen yang lemah. Akibat­nya, hakim-hakim yang ada jus­tru tidak memenuhi standar pro­fesi hakim dan melakukan pe­rilaku tercela.
Karena itu yang perlu di­per­baiki sistem perekrutan se­cara transparan dan profesional. untuk mengembalikan keper­cayan publik terhadap hakim dan pengadilan.
Kami kecewa terhadap kuali­tas, kredibilitas dan integritas ha­kim di Indonesia. Sangat di­sa­yangkan jika dari sekitar ribuan hakim ternyata hanya puluhan hakim yang benar-be­nar memiliki karakter sebagai hakim.
Bisa Muncul Pembatalan Kenaikan Gaji Hakim
Asep Iwan Iriawan, Bekas Hakim
Masih adanya hakim yang di­be­rikan sanksi bisa menco­reng upaya institusi peradilan dalam berbenah diri.
Bila hal itu tidak segera di­tun­taskan bisa menjadi nila se­titik rusak susu sebelanga. Pa­dahal, saat ini MA, dan KY se­dang gencar-gencarnya mem­beri­kan pembinaan dan penyu­luhan kepada seluruh hakim.
Tingkah laku hakim nakal itu layaknya anak nakal yang be­rada di tengah masyarakat, yang harus dibina bersama un­tuk masa depannya. Kalau ha­kimnya melenceng, maka im­pian mendapatkan keadilan di hadapan hukum tidak akan per­nah terwujud.
Karena itu menjadi tugas MA dan KY juga untuk mening­kat­kan kualitas hakim, supaya ti­dak ada lagi hakim yang men­dapat sanksi dan karirnya harus berakhir di hadapan MKH.
Bila hal itu tidak dilakukan, bu­kan tidak mungkin publik akan menuntut pembatalan  ke­naikan gaji dan tunjangan hakim.
Yang patut dikhawatirkan lagi, semakin banyak masya­rakat yang hilang kepercayaan terhadap pengadilan, maka akan timbul pengadilan jalanan.
Banyaknya pengaduan ten­tang perilaku hakim kepada KY dan MA mengindikasikan sikap proaktif masyarakat sebagai ungkapan rasa kekecewaannya kepada hakim dan institusi pengadilan.
Selain itu sikap tersebut mencerminkan keinginan dan kepeduliaan terhadap institusi kehakiman untuk melakukan perubahan dalam memberikan pelayanan hukum. [Harian Rakyat Merdeka]

Tidak ada komentar: