BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Selasa, 24 Juli 2012

Bocah Bertarung Hidup di Gemerlapnya Jakarta

Edward Febriyatri Kusuma - detikNews

Jakarta Tak semua anak bisa merayakan peringatan Hari Anak Nasional. Febry (15) salah satunya. Remaja ini harus bertarung hidup ditengah gemerlapnya Jakarta dengan mengamen.

Selama bertahun-tahun Febry harus merasakan teriknya matahari dan tebalnya asap knalpot demi melanjutkan hidupnya. Dia biasa mengamen di sekitar Cililitan, Jakarta Timur. Meski begitu ia masih menyimpan harapan untuk dapat bersekolah.

"Saya juga inginnya bisa sekolah, ingin meneruskan cita-cita saya sebagai TNI supaya bisa melindungi rakyat dan banggain orangtua saya," ujar Febry saat ditemui detikcom di seputaran Pusat Grosir Cililitan (PGC), Cililitan, Jakarta Timur, Rabu (23/7/2012).

Febry mengaku setiap harinya ia berangkat dari kontrakannya di daerah Condet sejak pukul 06.00 WIB kemudian memutari kawasan PGC. Terkadang ia harus mengamen di beberapa angkutan umum jurusan Pasar Minggu dan kembali ke PGC menjelang petang.

Tak berhenti di situ, Febry masih terus mengamen hingga pukul 22.00 WIB di kawasan pusat perbelanjaan tersebut. Penghasilannya sehari rata-rata berkisar antara Rp 15.000 hingga Rp 20.000.

"Tapi kalau sekarang lagi sepi, enggak macet," kata Febry yang mengaku hari ini hanya mendapatkan Rp 8.000," ujarnya..

Tak berapa lama adzan Maghrib berkumandang, Febry pun lekas meminta izin untuk membeli semangkuk Soto Ayam untuk berbuka puasa dengan hasil ngamennya tadi. Rupanya satu mangkuk Soto itu tak hanya dinikmati oleh Febry sendiri. Ia bersama kawan-kawan pengamen lainnya ikut mengeroyok semangkuk Soto Ayam yang terlihat masih panas itu.

"Dulu saya sempat tidak ngamen karena dimarahi orangtua," cerita Febry usai berbuka puasa. Ia pun sempat ikut orang lain berjualan buah Duren.

"Kadang kalau lagi sepi saya melamun suka kangen kumpul bareng anak-anak jalanan lain, karena disitu saya merasakan senang maupun susah," sambungnya.

Selama menjadi pengamen, Febry mengaku belum pernah terjaring razia penertiban oleh Satpol PP. Namun adiknya yang juga seorang pengamen sudah pernah terjaring razia sebanyak 4 kali. Untuk membebaskan adiknya, Febry harus merogeh kocek yanng cukup dalam.

"Terakhir saya tebus bayar Rp 200.000. Adik saya juga cerita kalau ada pengamen yang meninggal di panti di daerah Cipayung karena sakit. Tapi orangtuanya tidak tahu akhirnya dikubur massal gitu saja," kata Febry yang menyesalkan kejadian tersebut.

Febry sendiri berharap ada perubahan perilaku Satpol PP dalam menertibkan para pengamen. "Jangan dipukul, kan bisa bilang baik-baik jangan ngamen, kita juga mengerti," pinta Febry.

Di Hari Anak Nasional ini, Febry berharap bisa mencicipi kebahagian seperti yang dirasakan anak-anak lain. "Berkumpul bersama keluarga, mendapat pelukan dan kasih sayang orangtua. Tapi itu tidak mungkin karena saya bekerja untuk membantu orang tua saya," tutupnya dengan pandangan mata nerawang jauh ke depan.

Tidak ada komentar: