BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Jumat, 14 Agustus 2015

Menko Ramli: Menteri Jangan Ngomong Seenaknya

JAKARTA - Hingga kini, masalah koordinasi antarlembaga pemerintah dinilai masih buruk. Imbasnya, tak jarang proyek-proyek besar harus mandek. Tidak ingin itu terjadi pada kementerian yang dibawah koordinasinya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli berniat membuat aturan baru.
Ekonom bertangan dingin itu mengatakan, ia berencana membuat aturan rapat wajib bersama menteri-menteri yang memimpin kementerian di bawah koordinasinya. Rapat akan diadakan seminggu sekali. Menurutnya, hal itu akan sangat bermanfaat untuk mengetahui efek plus minus dari suatu proyek yang dikerjakan bagi kementerian lain.
"Dulu, saat saya jadi menko (Menko Perekonomian) kalau ada kementerian mau melakukan kebijakan apa atau ada yang ingin diubah, dia wajib setor rincian. Lalu, malam Jumat tim saya lakukan analisa. Senin kita rapat untuk tentukan," tuturnya usai serah terima jabatan menteri di Jakarta, Kamis (13/8).
Dia melanjutkan, dalam rapat tersebut akan langsung ditentukan kebijakan apa yang akan diambil. Kemudian, hasil akan langsung dipaparkan pada masyarakat melalui media. Sehingga, masyarakat dapat memantau target apa yang akan dilakukan kementerian tersebut dalam dua minggu ke depan.
"Misal menteri pertanian mau lakukan ini, kejar. Kasih waktu dua minggu, kejar terus agar tujuannya tercapai," ungkapnya.
Menurut dia, aturan ini juga akan membantu komunikasi yang baik antarmenteri. Terlebih, tidak akan ada pendepat yang "melencong" dari apa yang telah dirumuskan bersama.
"Jadi satu garis enggak ada menteri yang ngomong seenaknya, beda dengan garisnya," tegasnya.
Kalimat tersebut diindikasikan untuk masalah dweling time yang tengah ramai diperbincangkan. Meski demikian, Ramli masih enggan berkomentar. Ia mengatakan, seluruhnya akan dirapatkan dulu bersama para tim internal di Kementeriannya. Termasuk diantaranya, masalah percepatan pembangunan proyek pembangkit listrik 35 ribu Mega Watt (MW).
Menurutnya, pengerjaan proyek ini tidak aakan mudah. Apalagi, ada tambahan warisan proyek 7 ribu MW dari pemerintahan lama yang juga belum rampung. Oleh karena itu, ia berniat untuk mengevaluasi ulang proyek tersebut.
"Tujuannya agar jangan sampai kasih target tinggi tapi nggak bisa tercapai," katanya.
Dia melanjutkan, dibawah koordinasinya, penetapan harga jual beli listrik atau Power Purchase Agreement (PPA) juga akan dikaji ulang. Menurutnya, selama ini penetapan kesepakatan PPA berjalan lamban sehingga memicu keterlambatan proyek pembangkit listrik baru.
"Nego PPA biasanya sangat lama, 2-3 tahun.. Kami kejar standar 3 bulan nego PPA," katanya.
Selain itu, Ramli juga menyinggung terkait penggunaan lahan. Pihaknya akan merumuskan besaran alikasi anggaran untuk pengadaan lahan.sebab, keberadaan lahan sangat penting untuk percepatan pembangunan proyek tersebut. Rencananya, dia akan mengkaji adanya pemberian insentif bagi warga yang lahannya akan digunakan untuk proyek.
"Ini juga selalu ribet. Di India, pemerintah beri insentif selain biaya lahan. Warga dikasih saham kecil-kecilan selama 20-30 tahun. Kita nanti ganti untung dari 17%, terus ditambahan dikit jadi 20% untuk biaya lahan dari total nilai proyek," cetusnya.(mia/jawapos/jpnn)

Tidak ada komentar: