Jakarta (ANTARA News) - Mahkamah Agung (MA) mempersilakan Komisi Yudisial (KY) untuk memeriksa Hakim Agung Ahmad Yamani terkait pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim.

"Silakan KY melakukan pemeriksaan sendiri terkait pedoman perilaku hakim, kan yang bersangkutan belum diberhentikan," kata Kepala Biro Hukum dan Humas MA Ridwan Mansyur, di Jakarta, Senin.

Menurut dia, KY masih bisa melakukan pemeriksaan karena diduga melakukan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim dalam kategori "unprofesional conduct".

Ridwan mengatakan bahwa saat ini permohonan pengunduran diri Hakim Agung Ahmad Yamani masih dalam proses.

"Masih dalam proses karena Ketua MA (Hatta Ali) masih di luar kota. Secepatnya kami kirim ke Presiden karena sudah dirapimkan (Rapat pimpinan) untuk diteruskan ke Presiden," ungkapnya.

Ridwan juga menjelaskan bahwa MA memaksa Ahmad Yamani mundur dari hakim karena untuk menarik 185 berkas perkara yang ditanganinya.

"Kenapa MA minta dia untuk berhenti karena tidak profesional dan memintanya mundur segera untuk memberhentikan dia bersidang. Sedikitnya 185 berkas yang dipegang, baik Kasasi dan PK akan ditarik," katanya.

Ridwan mengakui kalau pengunduran diri dengan alasan sakit, maka harus diperiksa dulu selama tiga bulan sebelumnya.

"Makanya MA meminta dia dengan ksatria untuk mengundurkan diri. Satu-satunya cara agar dia tidak bisa mengambil berkasnya adalah dengan mengundurkan diri," katanya.

Seperti diketahui, MA mengakui mundurnya Hakim Agung Yamani, selain karena alasan sakit juga ada alasan lain, yakni lalai dalam menuliskan vonis untuk gembong narkoba Hengky Gunawan.

"Tim pemeriksa MA telah melakukan pemeriksaan terhadap majelis atas nama Hengky Gunawan. Ditemukan adanya tulisan tangan dari hakim agung Ahmad Yamani yang menuliskan hukuman pidana penjara 12 tahun. Dan kedua hakim lainnya tidak setuju pidana 12 tahun melainkan 15 tahun," kata Kepala Biro Humas MA Ridwan Mansyur, saat konferensi pers, Sabtu (17/11).

Henky adalah pemilik pabrik ekstasi di Surabaya yang telah divonis Pengadilan Negeri Surabaya 17 tahun penjara.

Atas putusan tersebut, Hengky mengajukan banding dan Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya menambah hukumannya menjadi 18 tahun penjara.

Produsen narkoba ini kembali berupaya ke MA dengan mengajukan kasasi, namun putusan peradilan tertinggi memutus hukuman mati kepadanya.

Mendapatkan putusan mati ini, Hengky mengajukan upaya hukum luar biasa Peninjauan Kembali (PK) dan oleh majelis hakim PK Hakim Agung Imron Anwari, Hakim Nyak Pha dan Ahmad Yamani, hukuman Hengky dipangkas menjadi 15 tahun penjara.

Namun dalam salinan putusan yang dikirimkan kepada pihak yang berperkara hukuman ditulis 12 tahun penjara. (J008/I007)