VIVAnews – Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Muhaimin Iskandar, telah menandatangani peraturan baru mengenai pelaksanaan pekerjaan alih daya atau outsourcing.
Peraturan ini menegaskan, outsourcing hanya boleh dilakukan untuk lima jenis pekerjaan, yaitu jasa pembersihan (cleaning service), kemanan, transportasi, katering, dan migas pertambangan. Di luar itu, penerapan outsourcing dilarang.
Namun Kemenakertrans telah menyediakan alternatif bagi pengusaha di luar sistem outsourcing, yaitu model borongan yang menggunakan subkontrak perusahaan atau Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT). Lantas apa beda outsourcing dengan model borongan itu?
“Kami beri alternatif model borongan karena pengusaha khawatir. Model borongan ini misalnya ada order dari Nike pusat di Amerika Serikat untuk memproduksi sepatu di Indonesia dalam waktu tiga bulan, maka kontraknya bisa langsung ke perusahaan sepatu di sini,” kata Muhaimin kepada VIVAnews, Minggu 18 November 2012.
“Sementara borongan dengan model PKWT, misalnya perusahaan media menyewa pegawai administrasi, itu tidak boleh melalui perantara, tapi harus langsung mereka yang mengontrak. Misalnya mereka mengontrak seseorang selama setahun, setelah setahun maka kontrak bisa diperpanjang lagi setahun, baru kemudian harus menjadi pegawai tetap. Jadi ada perpanjangan masa kontrak dua kali,” papar Muhaimin.
Model PKWT ini, ujar Muhaimin, lebih menjamin masa depan pekerja karena pekerja tidak terlalu lama diombang-ambing ketidakpastian tentang nasib dan status mereka di suatu perusahaan. “Kalau outsourcing kan tidak begitu. Pekerja dikontrak setahun, lalu kontraknya setahun habis langsung bisa dikontrak lagi setahun, begitu terus sampai sepuluh tahun,” kata dia.
Model outsourcing semacam itu, tegas Muhaimin, memang melanggar filosofi Undang-Undang Ketenagakerjaan. “Nasib pekerja bagaimana kalau seperti itu?” ujar dia. Untuk peralihan dari outsourcing ke model borongan ini, pemerintah menyediakan masa transisi setahun.
Muhaimin berharap semua pihak bisa memahami alternatif model borongan ini. “Kita berdebat soal ini (outsourcing) sudah dua tahun lebih, bahkan hampir tiga tahun. Sekarang tentu harus ada kepastian hukum. Apalagi pekerja dan pengusaha sudah kami dudukkan bersama,” kata Ketua Umum PKB itu. (eh)
“Kami beri alternatif model borongan karena pengusaha khawatir. Model borongan ini misalnya ada order dari Nike pusat di Amerika Serikat untuk memproduksi sepatu di Indonesia dalam waktu tiga bulan, maka kontraknya bisa langsung ke perusahaan sepatu di sini,” kata Muhaimin kepada VIVAnews, Minggu 18 November 2012.
“Sementara borongan dengan model PKWT, misalnya perusahaan media menyewa pegawai administrasi, itu tidak boleh melalui perantara, tapi harus langsung mereka yang mengontrak. Misalnya mereka mengontrak seseorang selama setahun, setelah setahun maka kontrak bisa diperpanjang lagi setahun, baru kemudian harus menjadi pegawai tetap. Jadi ada perpanjangan masa kontrak dua kali,” papar Muhaimin.
Model PKWT ini, ujar Muhaimin, lebih menjamin masa depan pekerja karena pekerja tidak terlalu lama diombang-ambing ketidakpastian tentang nasib dan status mereka di suatu perusahaan. “Kalau outsourcing kan tidak begitu. Pekerja dikontrak setahun, lalu kontraknya setahun habis langsung bisa dikontrak lagi setahun, begitu terus sampai sepuluh tahun,” kata dia.
Model outsourcing semacam itu, tegas Muhaimin, memang melanggar filosofi Undang-Undang Ketenagakerjaan. “Nasib pekerja bagaimana kalau seperti itu?” ujar dia. Untuk peralihan dari outsourcing ke model borongan ini, pemerintah menyediakan masa transisi setahun.
Muhaimin berharap semua pihak bisa memahami alternatif model borongan ini. “Kita berdebat soal ini (outsourcing) sudah dua tahun lebih, bahkan hampir tiga tahun. Sekarang tentu harus ada kepastian hukum. Apalagi pekerja dan pengusaha sudah kami dudukkan bersama,” kata Ketua Umum PKB itu. (eh)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar