Jakarta (ANTARA News) - Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, Djoko Suyanto, menegaskan, penjagaan anggota TNI di depan Istana Negara tidak lebih dari upaya menjaga objek-objek vital mengingat kerumunan atau aksi demonstrasi bisa memunculkan potensi gangguan keamanan.

"Mau 100.000 atau 500.000 orang dan tak ada ekses, TNI pun buat apa menjaga (demonstrasi). Tapi, potensi ancaman harus diwaspadai," kata Djoko usai menutup acara Jakarta International Defense Dialogue (JIDD), di Jakarta Convention Center (JCC), Jumat.

Menurut dia, TNI sebenarnya belum menurunkan pasukan, tetapi hanya mendekat ke objek yang berpotensi terhadap ancaman keamanan. Hal itu dilakukan untuk menghindari pengerahan pasukan yang terlalu lama jika terjadi ancaman.

"Kita tahu bahwa markas TNI jauh di luar kota. Jika tak disiapkan, TNI akan terlambat," jelasnya.

Ia menyebutkan, sesuai UU TNI, TNI berkewajiban menjaga objek-objek vital seperti istana negara, bandara, jalan tol maupun stasiun. Untuk penjagaan Istana, TNI bahkan boleh menjaga hingga 100 meter di sekitarnya.

Panglima TNI, Laksamana TNI Agus Suhartono, mengatakan, TNI perlu menjaga masyarakat yang berunjuk rasa agar tidak terjebak tindakan melanggar hukum.

"Kalau anarkis kan melanggar hukum. Kita jaga supaya mereka tak melakukannya," kata Panglima.

Kepala Pusat Penerangan Mabes TNI, Laksamana Muda Iskandar Sitompul, menambahkan, pasukan TNI yang menjaga TNI tak dilengkapi dengan senjata api.  "Pasukan TNI hanya membawa tameng dan pentungan," ujarnya.

Selain Istana Negara, saat ini TNI juga menjaga bunker-bunker BBM, kantor Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Bandara Soekarno-Hatta, dan Pelabuhan Tanjung Priok.

"Itu wajib dijaga. Di setiap provinsi dan perusahaan swasta pun, TNI sudah mempersiapkan pasukan yang stand by di dekat objek vital," kata Iskandar.