JAKARTA - Program pembatasan
konsumsi BBM bersubsidi terus bergulir. Setelah sejak 1 Juni lalu
diberlakukan di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi
(Jabodetabek), mulai 1 Agustus nanti pembatasan diberlakukan di seluruh
Jawa dan Bali.
Anggota Komite Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas)
Ibrahim Hasyim menyatakan, berbagai persiapan seperti infrastruktur
stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU), distribusi stiker, maupun
sosialisasi dilakukan sejak dua bulan lalu. "Semua sudah siap. Jadi, per
1 Agustus diberlakukan di Jawa-Bali," ujarnya kepada Jawa Pos kemarin
(24/7).
Sebagaimana diketahui, untuk meredam lonjakan subsidi BBM, pemerintah
memberlakukan pembatasan konsumsi BBM bersubsidi. Awalnya, pembatasan
direncanakan untuk mobil pribadi. Namun, karena ditentang banyak pihak,
pembatasan hanya diberlakukan bagi kendaraan dinas instansi pemerintah,
pemerintah daerah, badan usaha milik negara (BUMN), serta badan usaha
milik daerah (BUMD).
Apa saja persiapan yang sudah dilakukan untuk pemberlakuan pembatasan di
Jawa-Bali? Menurut Ibrahim, persiapan pertama adalah melengkapi
infrastruktur SPBU. Berdasar data dari Pertamina, seluruh kabupaten/kota
di Jawa-Bali sudah dilengkapi SPBU yang menyediakan pertamax. "Memang,
masih ada beberapa SPBU yang belum menyediakan pertamax. Tapi, di
sekitarnya pasti sudah ada SPBU yang jual pertamax," katanya.
Persiapan lain yang terus dilakukan adalah sosialisasi. Ibrahim
menyebutkan, karena pembatasan tersebut diberlakukan bagi kendaraan
dinas instansi pemerintah, BUMN, dan BUMD, sosialisasi lebih mudah jika
dibanding pembatasan untuk kendaraan pribadi. "Tim sosialisasi dari
Kementerian ESDM, BPH Migas, dan Pertamina sudah keliling ke
instansi-instansi di daerah," ucapnya.
Menurut Ibrahim, mekanisme pembatasan konsumsi BBM akan sama dengan yang
dilakukan di Jabodetabek. Yakni, semua mobil akan ditempeli stiker
"Mobil Ini Tidak Menggunakan BBM Subsidi". "Nah, kalau nanti ada mobil
dengan stiker itu, petugas SPBU hanya akan melayani pembelian pertamax
dan tidak dilayani jika ingin mengisi premium," jelasnya.
Ketua Tim Nasional Pengendalian Penggunaan BBM Subsidi Hadi Poernomo
menambahkan, hingga pekan ini pihaknya sudah membagikan 100.000 stiker.
Perinciannya, sekitar 34.000 stiker untuk wilayah Jabodetabek dan 66.000
lainnya untuk seluruh Jawa-Bali. "Jadi, persiapan sudah beres, tinggal
jalan," tegasnya.
Menurut dia, sosialisasi program pembatasan BBM bersubsidi di Jawa-Bali
sudah dilakukan di enam kota. Dimulai pada 20 Juni di Serang untuk
seluruh dinas dan BUMD di Provinsi Banten. Selanjutnya dilakukan di
Jabar, Jateng, Jatim, dan Bali. "Terakhir 16 Juli lalu di Jogjakarta,"
ungkapnya. Ibrahim melanjutkan, pembatasan memang harus dilakukan untuk
mengerem lonjakan konsumsi BBM bersubsidi.
Bagaimana efektivitas pembatasan di Jabodetabek mulai Juni lalu? "Ada
efeknya. Selama Juni, konsumsi premium bisa direm, turun sekitar 3
persen, dan konsumsi pertamax naik sekitar 10 persen. Untuk Juli, kami
belum dapat datanya," ujarnya.
Apalagi, kata Ibrahim, konsumsi BBM bersubsidi di banyak daerah sudah
melampaui kuota yang ditetapkan. Namun, karena pembatasan BBM tidak
diberlakukan untuk mobil pribadi, BPH Migas dan Pertamina hanya bisa
mengimbau para pemilik mobil pribadi untuk tidak mengonsumsi BBM
bersubsidi. "Kita kan tahu, jumlah kendaraan bermotor terus bertambah.
Jadi, konsumsi juga pasti naik," katanya.
Berdasar data Pertamina, sepanjang Januari-Juni 2012, penyaluran BBM
bersubsidi jenis premium, solar, dan minyak tanah sudah menembus angka
21,7 juta kiloliter atau 109,4 persen dari kuota yang ditetapkan.
Perinciannya, premium (13,6 juta kiloliter atau 112 persen dari kuota)
dan solar (7,5 juta kiloliter atau 110 persen dari kuota). Hanya minyak
tanah yang konsumsinya di bawah kuota, yakni 70 persen, karena adanya
program konversi minyak tanah ke elpiji.
Pertamina mencatat, hampir semua wilayah mengalami overkuota atau
konsumsinya melebihi kuota. Di antara 33 provinsi, provinsi yang paling
boros mengonsumsi BBM bersubsidi adalah DKI Jakarta. Disusul Jawa Barat,
Kalimantan Barat, Kepulauan Riau, dan Kalimantan Selatan.
Pengertian paling boros di sini adalah daerah dengan konsumsi BBM yang
paling besar overkuotanya. Misalnya, DKI Jakarta yang sudah overkuota
hingga 38 persen. Artinya, konsumsi di Jakarta sudah 38 persen lebih
tinggi dari jatah yang disediakan untuk periode Januari-Juni 2012.
Di bawah Jakarta, terdapat Jawa Barat dengan overkuota 21 persen;
Kalimantan Barat (19,5 persen); Kepulauan Riau (19 persen); serta
Kalimantan Selatan (16 persen). Bagaimana posisi Jawa Timur? Hingga
akhir April lalu, konsumsi BBM di Jatim mencapai 1,9 juta kiloliter atau
overkuota 6 persen. (owi/c5/nw)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar