Jakarta (ANTARA
News) - Sejumlah kalangan mendesak agar Greenpeace Indonesia dibubarkan
terkait banyaknya pelanggaran yang dilakukan selama LSM (lembaga swadaya
masyarakat) tersebut berkegiatan di Indonesia.
Desakan pembekuan
Greenpeace itu mengerucut dari hasil kajian diskusi "Polemik RUU Ormas
dan Kemerdekaan Berserikat -Status Hukum Greenpeace Indonesia" yang
digelar BEM Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah di
Jakarta, Kamis.
Pembicara dalam diskusi tersebut adalah Direktur
Sosial Budaya Organisasi Internasional Negara Berkembang Dirjen
Multilateral Kemenlu Arko Hananto B, Guru Besar Emeritus Unpad Prof Dr
Romli Atmakusumah, Kabid Penum Mabes Polri Kombes Pol Boy Rafli Amar,
dan Dr JM Muslimin MA (Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN).
Direktur Sosial Budaya Organisasi Internasional Negara Berkembang
Dirjen Multilateral Kemenlu Arko Hananto B, mengatakan bahwa Greenpeace
dapat dibekukan karena pelanggaran yang telah dilakukan selama
beroperasi di Indonesia.
Menurut Arko Hananto, LSM asing yang bermarkas di Belanda itu
terbukti menyalahgunakan dana asing yang diterimanya setelah tidak
pernah melapor kepada pemerintah.
"LSM asing yang terbukti melanggar peraturan yang ada, jelas sekali sanksinya, dengan membekukan kegiatannya," ujarnya.
JM Muslimin menyebut pihaknya kalangan Civitas Akademika Fakultas
Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
meminta Kemenkum HAM membekukan status hukum Greenpeace Indonesia karena
LSM asing itu banyak melakukan pelanggaran di Indonesia.
Dalam diskusi tersebut tercatat banyak pelanggaran yang dilakukan
Greenpeace Indonesia, antara lain, selama beroperasi di Indonesia LSM
asing itu tidak pernah melaporkan kegiatan maupun bantuan dana asing
yang diterimanya ke Kesbangpol Kemendagri serta di Kesbangpol DKI
Jakarta.
Kepastian Greenpeace sebagai LSM liar sudah pernah dikemukakan
Mendagri Gamawan Fauzi. Begitu pula di Kemenlu, Greenpeace Indonesia
juga tidak pernah melaporkan dana asing dan kegiatannya.
Selain itu, Greenpeace Indonesia tercatat menerima bantuan dana
asing tanpa sepengetahuan pemerintah yaitu menerima dana dari Greenpeace
SEA Foundation sebesar Rp1,2 miliar di tahun 2009 dan Rp1,7 miliar di
tahun 2010.
Pelanggaran lain yang dilakukan adalah Greenpeace Indonesia
mendapat dana lotere atau judi Poscode Lottery dari Belanda di tahun
2010 dan 2012 masing-masing sebesar 2.250.000 poundsterling atau senilai
Rp33 miliar.
Berikutnya, Greenpeace Indonesia terdaftar di Kemenkum HAM sebagai
perkumpulan di bagian Perdata. Namun ruang lingkup kegiatan mereka
memasuki ranah hukum publik. Karena payung hukum perkumpulan masih
dibahas sebagai RUU Perkumpulan, maka Greenpeace sebaiknya dibekukan
dulu sambil menunggu RUU Perkumpulan selesai dan disahkan menjadi UU.
Dalam diskusi itu juga terungkap bahwa Greenpeace kerap menyerang
pemerintah dan perusahaan-perusahaan di Indonesia dengan data yang tidak
valid.
Menurut Guru Besar Emeritus Unpad Prof Dr Romli Atmakusumah yang
juga mantan Dirjen Administrasi Hukum Umum (AHU) Departemen Kehakiman
dan HAM, pemerintah yang dalam hal ini Kementerian Hukum dan HAM dapat
membekukan dan mencabut izin Greenpeace Indonesia.
"Mereka sudah terdaftar di Kemenkum HAM. Jadi yang bisa membekukan
dan mencabut izin Greenpeace hanya Menteri Hukum dan HAM dengan disertai
alasan," katanya.
Dijelaskannya bahwa untuk kepastian hukum dalam membekukan
perizinan dapat dengan melihat AD/ART atau akta notaris pendirian
perkumpulan tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar