Jpnn
PALU – Puluhan orangtua siswa
Sekolah Dasar Kristen (SDK) GPID, Rabu (25/7) sekitar pukul 08.30,
mendatangi sekolah. Mereka, meminta penjelasan penggunaan gelar Kepala
SDK GPID, Mastika Pandibu yang dinilai dipalsukan. Kepala sekolah,
dituding telah menggunakan gelar palsu, sebagai Sarjana Pendidikan
(SPd).
Puluhan orangtua siswa yang sudah berkumpul sejak pagi, kemudian menemui
salah seorang guru yang sedang mengajar. Orang tua itu, meminta agar
mereka diterima dan mendapat penjelasan dari pihak yang berwajib di
sekolah tersebut.
Seorang guru tampak sempat berdebat di luar kelas. Tapi tak lama
kemudian, membawa para orangtua murid ke sebuah kelas. Para orangtua
diminta untuk menyampaikan keluhannya.
Pantauan, sempat terjadi aksi saling bantah antara guru dan orangtua
siswa, karena para orangtua, merasa tidak diberikan jawaban yang
memuaskan.
Beberapa jam kemudian, Ketua Yayasan Tunas Harapan Mandidi SDK GPID, dr
Mongi, Sekretaris yayasan Ricard Noa, dan Kepala SD GPID, ikut dalam
pertemuan.
Salah seorang staf pengajar kepada wartawan meminta agar tidak meliput
di dalam ruang pertemuan dan akan memberikan waktu untuk konfirmasi.
“Maaf yah, masih pertemuan. Nanti setelah selesai pasti akan ada
penjelasan. Tidak ada yang ditutupi di sini,” kata pria berkacamata
tersebut.
Informasi yang dihimpun dari beberapa orangtua murid, mereka datang
karena gelisah sekaligus ingin mempertanyakan penggunaan gelar SPd oleh
Kepala Sekolah. Gelar itu, digunakan dalam penerbitan ijazah murid.
Padahal kata salah seorang orangtua, diketahui kalau sang kepala
sekolah, masih dalam tahap kuliah di Universitas Terbuka (UT) dan belum
selesai.
“Dalam setiap tanda tangan administrasi sekolah seperti raport dan
ijazah, beliau (Kepala SDK, red) sudah menggunakan gelar SPd, sementara
yang bersangkutan masih bergelar A.Ma.Pd. Hal itu dibuktikan dari
beberapa ijazah yang sudah ditandatangani yang bersangkutan sejak tahun
2008,”kata orangtua tersebut.
Tidak tanggung-tanggung, para orangtua membawa bukti, transkrip nilai
yang diklaim sebagai milik Kepala SDK. Transkrip itu, menyatakan bahwa
yang bersangkutan masih mahasiswa dan belum selesai. Bahkan beberapa
mata kuliah masih ada yang bernilai E dan D.
“Bagaimana sudah SPd, kalau masih status mahasiswa. Bukti lainnya yang
kami peroleh dalam SK kenaikan gaji berkala yang ditandatangani Asisten
administrasi umum Pemkot, Asri SH tanggal 29 Desember 2010. Dalam SK
kenaikan gaji berkala itu, jelas tertulis Kepala Sekolah menggunakan
A.Ma.Pd bukan SPd,” kata salah seorang orangtua murid sembari
memperlihatkan beberapa berkas.
Menurut salah seorang orang tua murid, Nyona Made, kedatangan mereka ke
sekolah, karena sudah beberapa kali meminta penjelasan ke pihak yayasan
dan Dinas Pendidikan. Namun mereka, belum juga mendapat penjelasan
terkait dugaan penggunaan gelar palsu. Orangtua murid, mengaku tidak
terima administrasi sekolah seperti, Ijazah, Raport dan administrasi
lainnya ditandatangani kepala sekolah dengan menggunakan gelar SPd.
“Kami orangtua resah, anak saya yang satu ijazahnya sudah ditandatangani
Kepsek dengan gelar SPd. Ini anak saya yang satu sudah kelas lima, saya
tidak mau lagi anak saya jadi korban. Kami minta penjelasan soal gelar
ini. Kami tidak mau anak kami di kemudikan hari bermasalah karena ijazah
mereka ditandatangani kepsek dengan gelar yang tidak benar,” ujarnya
dengan nada kesal.
Usai pertemuan yang digelar sekitar satu jam, sekretaris Yayasan Tunas
Harapan Mandidi SDK GPID, Ricard Noa dikonfirmasi, mengaku belum bisa
menjelaskan hasil pertemuan. Alasannya, masih akan ada pertemuan Kamis
hari ini.
Disinggung soal adanya informasi penggunaan gelar palsu, SPd yang sudah
digunakan kepala sekolah, Ricard mengaku belum bisa menjelaskan soal
itu, karena juga masih akan dilakukan pemeriksaan. “Saya belum bisa
menjelaskan, karena hal itu tentu harus melalui pemeriksaan untuk
mencari kebenarannya. Masih akan ada pertemuan selanjutnya,” kata
Ricard.
Sementara Kepala SDK GPID, Mastika Pandibu, yang hendak dikonfirmasi
tidak mau menemui wartawan. Menurut stafnya, kepala sekolah belum bisa
ditemui karena merasa terguncang dengan protes orangtua murid. “Maaf yah
ibu belum bisa diganggu, belum bisa diwancara. Beliau masih bersedih
ada menangis kami lihat tadi,” kata salah seorang staf perempuan. (ron)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar