RMOL.Ada kabar tak sedap di tengah hingar bingarnya
persetujuan kenaikan kesejahteraan hakim. Selama enam bulan terakhir
sebanyak 14 hakim dijatuhi sanksi.
Simak catatan Komisi Yudisial sejak Januari-Juni 2012 berikut.
Dari 14 hakim yang kena sanksi itu dua di antaranya telah dipecat.
Delapan hakim mendapatkan sanksi ringan, satu hakim mendapat sanksi
sedang. Sisanya mendapatkan sanksi berat.
Sanksi berat itu bentuknya bisa berupa pemecatan, atau bisa dinonpalukan selama enam bulan hingga dua tahun.
Wakil Ketua Komisi (KY) Imam Anshori Saleh mengatakan, pemberian
sanksi dan pemecatan dilakukan lembaganya dan Mahkamah Agung (MA)
melalui Majelis Kehormatan Hakim (MKH).
Proses penjatuhan sanksi hakim itu asal mulanya dari pengaduan
masyarakat, kemudian ditindaklanjuti berdasarkan fakta dan bukti-bukti
kuat. Makanya tidak semua laporan masyarakat memenuhi syarat untuk
ditindaklanjuti.
“Tidak sembarangan menjatuhkan sanksi kepada seorang hakim, perlu
bukti kuat, sanksi, dan klarifikasi dari hakim bersangkutan,” katanya
kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, belum lama ini.
Selama ini KY dan MA selalu bekerjasama dengan baik dalam menindak
hakim nakal. MA selalu menjalankan apa yang direkomendasikan putusan
MKH, terutama terkait putusan yang menyangkut pemberhentian hakim dengan
tidak hormat.
“KY dan MA melihat adanya pelanggaran berat dari laporan masyarakat
yang jumlahnya banyak sekali. Kemudian kita rekomendasikan dan dibawa ke
sidang MKH. Sanksi pemecatan diputuskan dalam sidang MKH,” terangnya.
Menurutnya, hal itu dilakukan demi terciptanya rasa keadilan bagi
penegakan hukum. Sebagai seorang penegak hukum harus tidak boleh
melanggar hukum.
Saat ini jumlah hakim nakal masih banyak. Dari ribuan hakim yang
tersebar di Indonesia, hanya kurang dari 5 persen saja yang menjunjung
tinggi profesionalitas dan integritas sebagai seorang hakim.
“Penjatuhan sanksi itu dilakukan demi menegakkan hukum. Tidak ada
pilihan lain, sebagai pelajaran bagi yang lain. Sangat disesalkan,
mencari 15 hakim agung saja sangat susah. Tapi kita harus memecat dan
memberi sanksi hakim,” sesalnya.
Ditanya tentang hakim-hakim yang melakukan pelanggaran, lelaki asal
Jombang, Jawa Timur ini optimis dengan Undang-Undang KY yang baru akan
mempersempit peluang hakim nakal untuk melakukan penyimpangan.
“Kalau aturannya jelas maka penyimpangan dan pelanggaran terhdap
pedoman perilaku hakim akan semakin sempit. Sebab, pada prinsipnya
pengawasan yang efektif akan menjadikan pihak yang diawasi lebih
berhati-hati dalam bertindak,” tegasnya
Untuk upaya pencegahan, KY juga telah melakukan berbagai upaya seperti roadshow
ke pengadilan tinggi di daerah, dan merintis kerjasama dengan
ormas-ormas keagamaan supaya para hakim dapat memahami dan
mengaplikasikan ajaran agamanya masing-masing. Serta meningkatkan
kesejahteraan para hakim terutama yang berada di daerah pedalaman.
“Berbagai macam upaya sudah dilakukan KY, MA, Kementerian Keuangan,
Kemen PAN, dan Kemensetneg untuk meningkatkan profesionalitas dan
integritas hakim. Hakim itu kan pejabat negara, jadi tunjangan dan
gajinya harus berbeda dengan PNS,” terangnya.
Selain itu KY juga merealisasikan kewenangannya untuk meminta
bantuan penegak hukum untuk melakukan penyadapan telepon hakim. Hal
ini sesuai dengan Pasal 20 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011
Tentang Komisi Yudisial.
“KY tidak bisa melakukan itu (penyadapan), tapi bisa meminta bantuan
kepada penegak hukum seperti kepolisian, KPK, dan Kejaksaan,” tuturnya.
Bekas anggota Komisi III DPR ini menjelaskan, fungsi penyadapan
terhadap telepon hakim sangat dibutuhkan, khususnya bidang pengawasan
hakim dan dilakukan secara rahasia.
“KY tidak ingin meminta KPK atau polisi melakukan penyadapan
terhadap hakim apabila tidak punya dasar yang kuat. Kewenangan itu
harus dilakukan secara hati-hati untuk menjaga kredibilitas hakim yang
bersangkutan,” jelasnya.
Dikatakan, penyadapan hanya dilakukan kepada hakim-hakim yang
terindikasi melakukan kejahatan. “Kalau ada indikasi pelanggaran
baru kita sadap,” pintanya.
Juru Bicara KY Asep Rahmat Fajar mengatakan, KY merekomendasikan
kepada MA untuk memberikan sanksi kepada 14 hakim karena diduga kuat
melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim dalam rentang waktu
semester pertama Januari sampai Juni.
Acuannya karena poin kode etik yang dilanggar merata terkait sepuluh
poin kode etik hakim. Rekomendasi sanksi ringan berupa teguran lisan
atau tertulis, sanksi berat berupa pemecatan. “Sedangkan sanksi sedang
saya belum tahu diserahkan kepada MA,” ujarnya.
Menurutnya, rekomendasi tersebut merupakan hasil tindak lanjut 161
laporan dari 786 laporan yang masuk ke KY selama enam bulan pertama
tahun ini, di luar tembusan. KY sendiri sudah memeriksa 86 hakim dan
101 saksi.
“Laporan masyarakat yang berjumlah 786 itu berasal dari semua
provinsi di Indonesia. Terbanyak berasal dari Provinsi DKI Jakarta,
Jawa Timur, dan Jawa Barat. Diikuti Provinsi Sumatera Utara dan Jawa
Tengah. Sedangkan yang paling sedikit adalah dari Gorontalo,”
tambahnya.
Selama enam tahun terakhir, yakni 2005-2011, KY memberikan
rekomendasi ke Mahkamah Agung untuk memberikan sanksi tegas kepada 134
hakim yang melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim. Sebanyak 18
orang hakim di antaranya direkomendasikan untuk dipecat atau
diberhentikan tetap.
Dalam kesempatan ini Asep membeberkan, tuntutan kenaikan gaji hakim
dikabulkan pemerintah. MA dan KY, Kemensetneg, Kemenkeu dan Kemen
PAN dan RB telah menyepakati besaran gaji dan tunjangan hakim.
Diputuskan pendapatan minimal seorang hakim pemula adalah Rp 10 juta.
Itu belum termasuk tambahan tunjangan rumah dan transportasi jika
hakim pemula tersebut belum mendapatkan rumah dan kendaraan dinas di
tempatnya bertugas.
Cermin Kegagalan Pembinaan MA
Yahdil Abdi Harahap, Anggota Komisi III DPR
Pembinaan dan reformasi kultural di kalangan hakim masih jalan di tempat. Buktinya, masih saja ada hakim yang kena sanksi.
Padahal, berbagai dukungan yang diberikan pemerintah sudah cukup
untuk merubah tindakan hakim yang justru melanggar kode etik.
Banyaknya pengaduan masyarakat yang diterima KY justru karena
banyak yang merasa dirugikan langsung oleh oknum hakim nakal. Hal itu
juga merupakan cermin kegagalan institusi MA dalam membina hakim dan
memberikan pelayanan keadilan yang memuaskan kepada masyarakat.
Komisi III DPR mendesak MA dan KY lebih intensif melakukan
pengawasan tingkah laku hakim. Jika terbukti melanggar, maka harus ada
sanksi tegas.
Sinergi MA dan KY harus ditingkatkan demi menjaga kualitas hakim.
Kualitas itu mencakup pengetahuan dan wawasan hukum, baik formal maupun
material, serta integritas hakim.
Minimnya hakim yang berkualitas disebabkan sistem rekrutmen yang
lemah. Akibatnya, hakim-hakim yang ada justru tidak memenuhi standar
profesi hakim dan melakukan perilaku tercela.
Karena itu yang perlu diperbaiki sistem perekrutan secara
transparan dan profesional. untuk mengembalikan kepercayan publik
terhadap hakim dan pengadilan.
Kami kecewa terhadap kualitas, kredibilitas dan integritas hakim di
Indonesia. Sangat disayangkan jika dari sekitar ribuan hakim ternyata
hanya puluhan hakim yang benar-benar memiliki karakter sebagai hakim.
Bisa Muncul Pembatalan Kenaikan Gaji Hakim
Asep Iwan Iriawan, Bekas Hakim
Masih adanya hakim yang diberikan sanksi bisa mencoreng upaya institusi peradilan dalam berbenah diri.
Bila hal itu tidak segera dituntaskan bisa menjadi nila setitik
rusak susu sebelanga. Padahal, saat ini MA, dan KY sedang
gencar-gencarnya memberikan pembinaan dan penyuluhan kepada seluruh
hakim.
Tingkah laku hakim nakal itu layaknya anak nakal yang berada di
tengah masyarakat, yang harus dibina bersama untuk masa depannya. Kalau
hakimnya melenceng, maka impian mendapatkan keadilan di hadapan hukum
tidak akan pernah terwujud.
Karena itu menjadi tugas MA dan KY juga untuk meningkatkan kualitas
hakim, supaya tidak ada lagi hakim yang mendapat sanksi dan karirnya
harus berakhir di hadapan MKH.
Bila hal itu tidak dilakukan, bukan tidak mungkin publik akan menuntut pembatalan kenaikan gaji dan tunjangan hakim.
Yang patut dikhawatirkan lagi, semakin banyak masyarakat yang hilang
kepercayaan terhadap pengadilan, maka akan timbul pengadilan jalanan.
Banyaknya pengaduan tentang perilaku hakim kepada KY dan MA
mengindikasikan sikap proaktif masyarakat sebagai ungkapan rasa
kekecewaannya kepada hakim dan institusi pengadilan.
Selain itu sikap tersebut mencerminkan keinginan dan kepeduliaan
terhadap institusi kehakiman untuk melakukan perubahan dalam memberikan
pelayanan hukum. [Harian Rakyat Merdeka]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar