Surabaya (ANTARA News) - Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur menyatakan sweeping atau razia di sejumlah lokasi keramaian selama Ramadhan adalah hak polisi.

"Itu hak polisi, nggak bagus kalau umat Islam merebut yang bukan hak. Hak kita sebatas membantu, mengusulkan, atau mengontrol polisi," kata Rais Syuriah PWNU Jatim, KH Miftachul Akhyar, kepada ANTARA di Surabaya, Sabtu.

Pengasuh Pesantren Miftachussunnah, Kedungtarukan, Surabaya itu menilai razia yang dilakukan organisasi kemasyarakat selama Ramadhan, justru mengesankan umat Islam mencampuri urusan aparat penegak hukum.

Ketika ditanya kemungkinan organisasi kemasyarakatan yang melakukan sweeping saat Ramadhan itu dibubarkan agar tidak merusak citra Islam, ia mengatakan hal itu tidak perlu.

"Pembubaran itu bukan solusi, tapi cukup diingatkan agar kembali kepada porsi yang menjadi hak masyarakat dan hak polisi, sebab bila dicampur-campur akan menyudutkan citra Islam sendiri," katanya.

Menurut dia, Islam memang mengajarkan amar makruf nahi munkar (mengajak pada kebaikan dan mencegah kejahatan), tapi cara melakukan ajaran itu bukan dengan munkar (cara yang jahat) pula.

"Dimana-mana, orang yang lembut dan orang yang keras itu ada, tapi sebaiknya didekati dengan persuasi, bukan dengan pembubaran, sebab solusi terbaik ada sinergi antara pelaku sweeping dengan polisi," katanya.

Sementara itu, tentang perbedaan awal Ramadhan yang sering terjadi dan kemungkinan hal itu perlu disatukan, ia mengatakan perbedaan awal Ramadhan itu merupakan hal yang sudah terjadi sejak zaman Sahabat Nabi.

Ia menilai perbedaan yang disatukan itu memang baik untuk persatuan Islam, tetapi hal itu sama dengan melawan takdir dan menyimpulkan ajaran Islam tidak cerdas, sebab perbedaan itu sebuah keniscayaan dari duniawi.

"Bisa saja disamakan, tetapi pasti akan tetap ada yang tidak sama karena mungkin informasinya tidak sampai, atau informasi itu sampai tetapi memang ada perbedaan waktu antara dunia belahan barat dan timur," katanya.

Oleh karena itu, cara terbaik menyikapi perbedaan adalah saling menghormati dan tidak memaksakan kehendak.

"Perbedaan yang dipaksa sama itu justru memaksakan kehendak dari melawan takdir dari dunia," katanya.