BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Kamis, 02 Oktober 2014

Anak dan Menantu Gugat Ibunya Rp 1 M, Hakim Sarankan Damai

Jpnn
TANGERANG - Selagi belum diputus, hakim Pengadilan Negeri (PN) Tangerang  Nurhanah beserta suaminya Nurhakim diminta berdamai dengan ibu kandungnya sendiri, Fatimah. Hakim meminta menempuh jalur damai sebelum gugatan yang diajukan Nurhana yang merupakan anak kandung wanita  berusia 90 tahun itu diputus.
Saran ini didasarkan pertimbangan tak ingin kedua kubu ada yang merugi. Sebab jika dilanjutkan perkaranya, maka pasti ada pihak yang menang dan kalah.
“Makanya sebelum dimulai saya minta kepada Penasehat hukum kedua belah pihak baik penggugat maupun tergugat bisa saling intens bertemu mencari titik terang dan kesepakatan. Kalau bisa damai, kami pun akan senang dan bapak ibu juga bisa kembali harmonis,” kata Ketua Majelis Hakim, Bambang sebelum memulai sidang kasus ini, di Pengadilan Negeri (PN) Tangerang seperti yang dilansir Radar Tangsel (Grup JPNN.com), Rabu (1/10).
Bambang kembali menyidangkan kasus sengketagugatan perdata 1 miliar oleh menantu dan anaknya terhadap ibu kandung terkait tanah seluas 397 meter persegi, Selasa (30/9). Di persidangan, majelis hakim menghadirkan saksi dari tergugat yakni H. Mardi. Pria kelahiran tahun 1942 ini adalah adik dari almarhum Abdurahman.
Pada saat diajukan ke persidangan, penasehat hukum penggugat sempat memprotes pengajuan saksi yang dihadirkan. Namun karena saksi tidak bergaris lurus saudara maka pihak hakim melanjutkan sidang tersebut.
“Saya tahu kasus ini terkait sengketa tanah. Rumah yang dibangun diatas tanah tersebut dibangun oleh Abdurahman dan setahu saya tanah itu milik Abdurahman karena SPPT setiap tahunnya dibayar oleh Fatimah, istri dari Abdurahman. Dan terkait jual beli tanah, saya taunya Nurhakim pernah minta uang ke Abdurahman untuk membayar material bangunan,” katanya.
Mardi melanjutkan bahwa dia tidak tahu jumlah uang yang dibayarkan oleh Abdurahman kepada Nurhakim. Atas kasus ini, pihak keluarga pernah beberapa kali musyawarah sampai tingkat kelurahan. Pembayaran tersebut atas dasar keluarga, jadi tidak ada bukti pembayaran.
“Saya sih berharap mudah-mudahan ada kasus antara orangtua dan anak ini dikonsultasikan saja bagaimana baiknya,” ujarnya. (uis/gatot/awa/jpnn)

Tidak ada komentar: