VIVAnews - Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra) Agung Laksono mengatakan seperti dana saweran untuk pembangunan gedung baru Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) seyogyanya harus tetap masuk kas negara.
Menurut Agung yang juga Wakil Ketua Umum Partai Golkar itu, semua uang yang masuk untuk lembaga negara--termasuk dalam bentuk saweran--tetap harus dihitung dan dimasukkan ke dalam kas negara. Semua pengeluaran dan penggunaan dana dari kas negara harus tetap melewati mekanisme Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sesuai Undang-Undang Keuangan Negara.
"Kementerian atau lembaga negara kalau menerima uang, tidak boleh langsung dipergunakan. Menurut UU Keuangan Negara, itu harus masuk kas negara dan keluarnya melalui mekanisme APBN," kata Agung di kantornya di Jakarta, Senin 2 Juli 2012.
Agung menyadari saweran dari masyarakat itu memperlihatkan semangat gotong royong untuk membantu KPK. Namun, dia menekankan, "Saya kira perlu diluruskan juga, semangat gotong-royong itu sebaiknya untuk membantu sesama yang miskin. Ini kan soal gedung negara," ucapnya.
Kendati demikian, Agung berharap DPR bisa bersikap lebih arif dalam mengambil keputusan terkait dana pembangunan gedung baru KPK ini. Tanpa persetujuan DPR, usaha KPK meminta anggaran untuk membangun gedung baru tak pernah bisa direalisasikan.
"Saya kira, saya minta kearifan anggota DPR saja lah. Kalau memang diminta seperti itu, saya kira wajarlah. Menteri Keuangan saja bilang kalau pembangunan gedung baru itu anggarannya memang ada," kata dia.
Komisi III DPR menunjukkan tanda-tanda akan tetap menolak anggaran pembangunan gedung baru KPK. Sembilan fraksi di Komisi Hukum sepakat meminta Kementerian Keuangan mencarikan gedung milik pemerintah yang kosong untuk KPK.
"Sembilan fraksi mengusulkan untuk berkoordinasi dengan Menteri Keuangan dan Dirjen Kekayaan Negara untuk memanfaatkan gedung yang masih bisa dimanfaatkkan," kata Wakil Ketua Komisi III Aziz Syamsuddin di Gedung DPR.
Menurut Agung yang juga Wakil Ketua Umum Partai Golkar itu, semua uang yang masuk untuk lembaga negara--termasuk dalam bentuk saweran--tetap harus dihitung dan dimasukkan ke dalam kas negara. Semua pengeluaran dan penggunaan dana dari kas negara harus tetap melewati mekanisme Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sesuai Undang-Undang Keuangan Negara.
"Kementerian atau lembaga negara kalau menerima uang, tidak boleh langsung dipergunakan. Menurut UU Keuangan Negara, itu harus masuk kas negara dan keluarnya melalui mekanisme APBN," kata Agung di kantornya di Jakarta, Senin 2 Juli 2012.
Agung menyadari saweran dari masyarakat itu memperlihatkan semangat gotong royong untuk membantu KPK. Namun, dia menekankan, "Saya kira perlu diluruskan juga, semangat gotong-royong itu sebaiknya untuk membantu sesama yang miskin. Ini kan soal gedung negara," ucapnya.
Kendati demikian, Agung berharap DPR bisa bersikap lebih arif dalam mengambil keputusan terkait dana pembangunan gedung baru KPK ini. Tanpa persetujuan DPR, usaha KPK meminta anggaran untuk membangun gedung baru tak pernah bisa direalisasikan.
"Saya kira, saya minta kearifan anggota DPR saja lah. Kalau memang diminta seperti itu, saya kira wajarlah. Menteri Keuangan saja bilang kalau pembangunan gedung baru itu anggarannya memang ada," kata dia.
Komisi III DPR menunjukkan tanda-tanda akan tetap menolak anggaran pembangunan gedung baru KPK. Sembilan fraksi di Komisi Hukum sepakat meminta Kementerian Keuangan mencarikan gedung milik pemerintah yang kosong untuk KPK.
"Sembilan fraksi mengusulkan untuk berkoordinasi dengan Menteri Keuangan dan Dirjen Kekayaan Negara untuk memanfaatkan gedung yang masih bisa dimanfaatkkan," kata Wakil Ketua Komisi III Aziz Syamsuddin di Gedung DPR.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar