BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Jumat, 24 Juni 2011

Arab Anggap Pembantu Adalah Budak

INILAH.COM, Jakarta - Secara sosiologis, sebagian masyarakat Arab menganggap para TKW (pembantu rumah tangga) sebagai budak. Akibatnya, banyak TKW yang disiksa-dianiaya oleh majikannya. Perbudakan masih merupakan kebiasaan sebagian masyarakat Arab sejak pra-Islam.
Hukuman pancung TKI Ruyati binti Satubi yang didakwa membunuh majikannya di Arab Saudi, mengingatkan kita pada derita Sumiati dan Nirmala Bonad yang di masa lalu disiksa berat di negeri kaya minyak itu.
Fahrurozy, peneliti Lembaga Studi Islam dan Kebudayaan (LSIK) Jakarta yang mengenyam pendidikan di Arab Saudi, menegaskan bahwa TKW Indonesia yang bekerja sebagai babu (pembantu rumah tangga atau PRT) banyak yang diperlakukan sebagai budak, disiksa, dianiaya dan diinjak-injak.
“Sebagian kultur masyarakat Arab memandang TKW sebagai budak, Secara sosiologis, orang Arab sejak era kekhalifahan sampai saat ini, masih banyak yang menganut mode perbudakan itu. Para TKW kita dianggap atau dipersepsikan sebagai budak dan diperlakukan semena-mena,’’ kata Fahrurozy yang juga alumnus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Hasyim Muzadi, berharap ada peninjauan ulang kebijakan pengiriman tenaga kerja wanita (TKW) ke Arab Saudi untuk sektor domestik atau pembantu rumah tangga. Menurutnya, tidak ada satu negara miskin pun di dunia saat ini yang mengirimkan TKW pembantu rumah tangga ke negara itu, kecuali Indonesia.
Menurut Fahrurozy yang cukup lama di Saudi, pemerintah dan masyarakat Indonesia harus tahu benar bagaimana budaya pada umumnya majikan Saudi terhadap pembantu rumah tangga perempuan atau wanita.
Tragedi Ruyati, Nirmala Bonad, Sumiati dan seterusnya, adalah tragedi anak bangsa. Wajar jika kini pemerintah kembali didesak menghentikan sementara (moratorium) pengiriman tenaga kerja Indonesia (TKI) ke Arab Saudi lantaran semakin banyaknya kasus penyiksaan. Tragedi ini dialami antara lain oleh Sumiati asal Dompu, NTB dan Kikim Komalasari asal Cianjur, Jawa Barat yang juga disiksa hingga tewas.
Dalam menyikapi masalah ini, moratorium pengiriman tenaga kerja Indonesia ke negara-negara yang memiliki banyak permasalahan TKI layak dilakukan. Moratorium ini juga mencegah terjadinya pengiriman TKI ilegal.
Moratorium bisa dimanfaatkan oleh perusahaan pengerah tenaga kerja (PJTKI) untuk memperbaiki kualitas tenaga kerja. Selain itu, seleksi yang ketat terhadap PJTKI mutlak diperlukan agar perusahaan benar-benar serius memperhatikan nasib TKI. Di sisi lain, TKI juga perlu diberikan pemahaman mengenai kondisi budaya negara serta majikan. [mdr]

Tidak ada komentar: