Jakarta (ANTARA News) - Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) saat ini sudah meminta keterangan sepuluh orang terkait dugaan dokumen palsu putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

"Kita sudah interview sekitar sepuluh orang terkait pemalsuan surat MK," kata Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabag Penum) Polri, Kombes Pol Boy Rafli Amar, di Jakarta, Jumat.

Namun, polisi dalam penanganan kasus dugaan pemalsuan dokumen keputusan masih dalam proses penyelidikan, di mana petugas mendatangi pihak MK dan Komisi Pemilihan Umum (KPU), ujarnya.

"Karena yang dimintai keterangan cukup banyak, saya tidak bisa sebutkan satu per satu," kata Boy.

Selain itu, penyidik Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) masih mengumpulkan fakta-fakta lain, katanya.

Kepolisian sebelumnya menyatakan menemukan fotokopi surat putusan MK tahun 2009 atas gagalnya Dewi Yasin Limpo menduduki kursi DPR dari Partai Hanura dengan daerah pemilihan Sulawesi Selatan.

Hal ini terkait dengan mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU), Andi Nurpati yang dilaporkan Ketua MK, Mahfud MD, atas dugaan pemalsuan dokumen negara tersebut.

Dalam dokumen negara tersebut diduga ada kata-kata yang diubah.

Sementara itu, Sekjen MK, Janedri M. Gaffar, mengatakan bahwa berdasarkan hasil koordinasi MK dengan Bareskrim, ia ketahui kepolisian sudah bekerja secara proporsional dan profesional.

"Untuk menyelesaikan kasus ini semua perlu waktu, oleh kerenanya kita harus menghargai kepolisian khususnya Bareskrim yang sudah menindaklanjuti kasus ini secara proporsional dan profesional," katanya.

Janedri mengatakan kasus ini sudah ditangani kepolisian dan beri waktu menyelesaikannya, karena tidak semudah membalikkan telapak tangan.

"Kalau dokumen sudah semua kita berikan kepada kepolisian," kata Janedri.