BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Senin, 27 Juni 2011

MK Tentukan Nasib Misran, Mantri Desa yang Dipenjara Meski Bantu Warga

Andi Saputra - detikNews


Jakarta - Masih ingat kisah Misran? Dialah mantri desa yang menolong warga Kuala Samboja, Kalimantan Timur. Tidak hanya mengobati, tapi juga mengubah pola kesehatan warga menjadi lebih baik. Namun bukannya air susu yang di dapat, tapi air tuba yang dia peroleh.

Air tuba tersebut berupa penjara karena dinilai hakim PN Tenggarong tidak punya kewenangan memberikan pertolongan layaknya dokter. Dia dituduh melanggar UU 36/ 2009 tentang Kesehatan pasal 82 (1) huruf D jo Pasal 63 (1) UU No 32/1992 tentang Kesehatan yaitu Misran.

Setelah setahun lebih meminta keadilan ke Mahkamah Konstitusi (MK), akhirnya sore ini akan diketok palu atas nasib Misran. "Sore ini, jam 16.00 WIB, MK akan memutus permohonan saya," kata Misran dalam pesan pendeknya kepada detikcom, Senin (27/6/2011).

Putusan PN Tenggarong ini lalu dikuatkan oleh PT Samarinda, beberapa bulan setelah itu. Merasa dizalimi, 13 mantri pun memohon keadilan ke MK karena merasa dikriminalisasikan oleh UU Kesehatan. Mereka meminta pasal yang menjadikan mereka di penjara dicabut karena pasal tersebut bertentangan dengan UUD 1945.

Namun, meski nantinya permohonan Misran dikabulkan, ayah 4 anak tersebut tetap harus tetap meringkuk di penjara. Meski demikian, jika MK memenangkan, maka putusan MK akan menguntungkan mantri atau bidan desa di seluruh Indonesia. Pasalnya, MK telah menghilangkan pasal yang mengkriminalkan petugas medis di pelosok Nusantara.

"Karena putusan MK tidak berlaku surut. Putusan MK atas kasus Misran hanya berlaku ke depan, tidak berlaku ke belakang," kata pengacara publik LBH Jakarta, Edy Halomoan Gurning beberapa waktu lalu.

Menanggapi anak buahnya dipenjara, Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih, menilai pemberian obat bisa dilakukan oleh tenaga kesehatan jenis apapun dalam kondisi tertentu.

"Memang dikatakan bahwa dispensing obat itu adalah (tugasnya) tenaga farmasi. Akan tetapi, di tempat di mana tidak ada tenaga farmasi, dapat dilakukan tenaga kesehatan lainnya," ujar Endang.

Menkes memang tidak secara tegas membenarkan perbuatan Misran. Namun, tenaga-tenaga kesehatan yang bertugas di pedalaman kadang-kadang harus bertindak cepat untuk keselamatan nyawa pasien mereka.

"Mereka para perawat, dokter, yang ada di ujung-ujung itu kadang-kadang harus melakukan itu, karena pasien datang untuk minta tolong. Jadi kalau itu sifatnya untuk menolong dan tidak ada tenaga lain tentu saja harusnya itu diperbolehkan," katanya.

Lalu, ke arah manakah palu keadilan MK berbicara ?

Tidak ada komentar: