Jakarta (ANTARA News) - Forum Anti Korupsi Nusantara (Formatara) meminta KPK untuk lebih mengerahkan upaya pencegahan terjadinya tindak pidana korupsi terutama pada tender-tender proyek infrastruktur karena dapat merugikan negara dalam jumlah yang tidak sedikit.

"Kita apresiasi kinerja KPK hingga saat ini. Tapi kita juga minta KPK lebih fokus juga pada pencegahan terjadinya korupsi itu sendiri," kata Koordinator Formatara S Hidayat Sitorus, di Jakarta, Senin.

Hidayat Sitorus menjelaskan bidang infrastruktur adalah bidang yang sangat vital dalam pembangunan Indonesia ke depan yang menyerap banyak tenaga kerja, namun sudah menjadi rahasia umum bahwa tender infrastruktur yang besar sudah diatur sedemikian rupa harga/nilai kontrak dan pemenangnya.

"Sudah diatur sesuai kepentingan," katanya.

Khusus untuk tender yang sering terjadi kebocoran, menurut Hidayat, Formantara mengusulkan agar peran apraisal/penilai independen lebih ditingkatkan terutama untuk dapat menentukan berapa nilai proyek yang sebenarnya. Selain itu, proses e-procurement harus lebih diutamakan dan selisih harga terendah dan tertinggi dalam sebuah tender harus sangat-sangat tipis.

Formantara mengajukan tuntutan antara lain meminta KPK memeriksa semua proyek infrastruktur yang bermasalah termasuk perusahaan atau kontraktor yang mengerjakannya. KPK juga didesak untuk melakukan aksi pencegahan yang lebih intensif.

"Yang tidak boleh dilupakan, kinerja KPK juga haruslah membuat tenang para investor yang ingin berpartisipasi dalam pembangunan infrastruktur Indonesia, ini untuk menggerakkan ekonomi dan penyediaan lapangan kerja," katanya.

KPK memiliki program Indonesia Memantau yang diluncurkan pada akhir 2010 dengan menggandeng Kementerian Pekerjaan Umum. Program ini sebagai mekanisme pemantauan pelaksanaan pembangunan infrastruktur jalan yang bisa diakses melalui situs KPK.

"Dengan sistem ini, masyarakat bisa memberikan masukan kepada Kementerian Pekerjaan Umum mengenai kondisi jalan dan penanganannya," kata Juru Bicara KPK Johan Budi.


Kartel

Sebelumnya diberitakan Ketua Lembaga Peneliti dan Pengabdian Masyarakat Universitas Atma Jaya A Prasetyantoko mengatakan berdasarkan laporan Bank Dunia, pasar konstruksi Indonesia berbentuk kartel, yaitu dikuasai oleh beberapa pemain.

Bentuk pasar seperti ini mengakibatkan pemain-pemain di sektor konstruksi dapat "mengatur" harga.

Global Competitiveness Report 2010-2011 yang dilansir oleh World Economic Forum, kata Prasetyantoko, juga menyatakan bahwa peringkat daya saing Indonesia terganggu oleh kondisi infrastruktur yang masih buruk.

Sementara itu Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya, Prof Dr Ahmad Erani Yustika dalam dialog bertajuk "Politik Uang dalam Proyek Infrastruktur dan Properti" mengatakan pasar konstruksi nasional, khususnya skala besar seperti jalan, jembatan, pelabuhan, bandara dan sebagainya memiliki karakter yang oligopsoni atau didominasi pemain tertentu saja.

Ahmad Erani mengatakan, banyaknya proyek mendorong situasi dan kondisi yang dimanfaatkan oleh orang-orang oportunis yang dekat dengan kekuasaan untuk menciptakan sistem untuk membagi-bagi proyek tersebut. "Arisan" menjadi wadah untuk menentukan siapa penerima proyek A dan siapa penerima proyek B.

Arisan di sini dapat didefinisikan sebagai penggiliran dan penjatahan pemenang proyek dengan sistem tahu sama tahu antara pemain proyek (Pimpinan proyek, peserta tender dan panitia), ujar dia.

Lahirlah istilah calo proyek (orang di luar struktur formal namun bertindak sebagai penentu pelaksana proyek dengan berdasarkan pada deal-deal tertentu), sama halnya dengan munculnya istilah calo anggaran.(*)