Bangkalan (ANTARA News) - Pengasuh pondok pesantren Tebuireng, Jombang, KH Salahuddin Wahid, meminta Majelis Ulama Indonesia (MUI) agar mengkaji terlebih dulu wacana fatwa haram BBM bersubsidi bagi masyarakat mampu.

"Fatwa haram BBM premium (bersubsidi) akan memicu polemik di masyarakat maka MUI perlu mengkaji sebelum difatwakan," kata KH Salahuddin Wahid, saat menghadiri acara pengajian di ponpes Darussalam, Desa Langkap, Kecamatan Burneh, Bangkalan, Madura, Rabu.

Menurut Gus Solah, sapaan akrab KH Salahuddin Wahid, sebuah fatwa yang bakal dikeluarkan MUI terhadap suatu persoalan harus melalui pertimbangan yang matang. Sebab, jika tidak melalui pengkajian dikawatirkan fatwa tersebut tidak akan berlaku efektif.

Rencana fatwa haram BBM bersubsidi untuk kalangan masyarakat mampu harus melalui pendapat dan keinginan dari masyarakat. Walaupun setiap fatwa MUI berlandaskan hukum Islam.

"Supaya fatwa tersebut tidak kontraproduktif dengan keinginan masyarakat," ucap adik Mantan Presiden KH Abdurrahman Wahid ini, menjelaskan.

Majelis Ulama Indonesia sebelumnya mewacanakan penerapan fatwa haram bagi masyarakat mampu yang tetap saja membeli BBM jenis premium dengan alasan itu khusus untuk orang yang tidak mampu.

Wacana penerapan fakta haram ini dengan pertimbangan bahwa jika orang mampu menggunakan jatah orang yang tidak mampu, maka hal itu masuk kategori "dholim", dan itu dilarang oleh ajaran agama Islam.

Sementara, pemerintah sendiri telah menetapkan bahwa BBM bersubsidi hanya bagi orang yang tidak mampu, sedangkan yang mampu ialah BBM nonsubsidi (Pertamax).

Menurut KH Salahuddin Wahid, logika pemikiran seperti itu sebenarnya sudah tepat menurut hukum Islam, namun pertimbangan yang matang dan efektifitas penerapan di lapangan perlu juga menjadi perhatian MUI.

Selain tentang fatwa haram BBM bersubsidi bagi kalangan masyarakat mampu, fatwa lain yang rencanakan akan dibahas dan kini mulai diwacanakan kepada masyarakat oleh MUI ialah fatwa haram bagi pengiriman TKI perempuan.(*)