BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Sabtu, 25 Juni 2011

Dalam Rekrutmen yang Berperan Broker Kampung

"Sampai sekarang budget masih ada, tapi tidak jalan," kata Wahyu. 

VIVAnews - Pembentukan Satuan Tugas untuk penanganan Tenaga Kerja Indonesia dinilai sebagai solusi klasik. Setipa kali ada kasus, selalu ada Satgas. Respons pemerintah atas kasus-kasus TKI dinilai kurang tepat.

"Yang perlu dilakukan adalah political action pemerintah. Ketika bilang prihatin, kita juga sudah bilang. Ketika bilang protes keras kalah dengan anak SD," kata Analisis Kebijakan Publik Migrant Care, Wahyu Susilo, dalam diskusi hari ini di Warung Daun yang juga dihadiri Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar.

Menurut Wahyu, respons-respons yang ditunjukkan pemerintah sangat-sangat klasik. Saat menangani TKI di Malaysia dibentuk satgas, dan bermasalah. Kemudian ada kasus perdagangan mannusia, juga dibentuk Satgas. "Sampai sekarang budget masih ada, tapi tidak jalan," kata Wahyu.

Belum lagi kasus-kasus TKI yang terancam hukuman mati, pemerintah juga bikin Satgas. "Saya kira ini mengulang hal-hal yang sama," kata Wahyu.

Sementara, menurut anggota Komisi IX Bidang Tenaga Kerja dan Transmigrasi DPR, Nursuhud, DPR sudah sejak jauh hari menginginkan moratorium atau penghentian pengiriman TKI sementara ke Arab Saudi. Nursuhud mengklaim bahwa DPR lebih awal mengambil sikap dibanding pemerintah.

"Tapi yang lebih penting bukan karena moratorium atau tidak, tapi apa sih gagasan baru SBY? Apa gagasan pemerintah tentang TKI?" kata Nursuhud di acara yang, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu 25 Juni 2011.

Nursuhud mempertanyakan skala prioritas pemerintah. "Apakah mau melanjutkan perlindungan TKI atau membangun politik ekonomi jalan baru?" kata politisi PDI Perjuangan ini. Salah satu solusi pengiriman TKI adalah dengan membangun ekonomi pedesaan. "Saya rasa itu bisa menghambat laju TKI."

Ketua Pusat Kajian Perempuan Universitas Indonesia, Sulistyowati Irianto menambahkan, untuk menjelaskan persoalan ini, semua pihak harus benar-benar mengerti arti dari rekrutmen, penempatan, sampai TKI kembali ke rumah.

Sulistiyowati menceritakan tentang adanya ratusan agensi TKI di Jakarta Timur, yang sebagian besar dimiliki warga keturunan Arab. Dari awal rekrutmen, mereka yang berperan adalah broker kampung.

"Para ustad yang menjanjikan surga di tanah harapan. Mereka terkejut, 95 persen dari TKI tidak boleh salat oleh majikannya. Karena para majikan tidak ingin kehilangan 5 x sekian menit," kata Sulistyowati.

Tidak ada komentar: