Banda Aceh (ANTARA News) - Pakar ilmu pemerintahan Prof Dr M Ryaas Rasyid MA menyatakan, masyarakat Aceh tidak perlu berjihad atau berjuang keras untuk mempertahankan Qanun atau Perda yang menolak adanya calon perseorangan ikut serta dalam pemilihan kepala daerah.

"Konsekuensi politiknya saya percaya Aceh tidak mau `berjihad` mempertahankan Qanun Pilkada yang tidak memasukkan dan memperbolehkan calon kepala daerah maju melalui jalur independen itu," katanya di Banda Aceh, Rabu.

Hal itu disampaikan menanggapi penolakan DPRA terhadap calon dari independen yang akan maju dalam Pilkada Aceh untuk memilih gubernur/wakil gubernur dan bupati/wali kota dan para wakilnya.

Karena, tambah dia, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memperbolehkan calon independen pada Pilkada Aceh itu sudah mengikat dan tidak ada aturan lain yang bisa mengalahkannya, termasuk produk Qanun dari DPRA.

"Saya juga melihat adanya voting dalam sidang paripurna di DPRA yang melahirkan putusan mayoritas suara menolak majunya calon dari jalur peseorangan itu hanya ingin menunjukkan bahwa saya gagah," katanya menjelaskan.

Karena, tambahnya, tidak ada dari pihak lain di luar melakukan voting terhadap putusan MK. Dalam undang undang disebutkan bahwa semua putusan MK itu semua final dan mengikat.

"Apapun keputusan MK itu tidak ada banding, dan semuanya bersifat mengikat. Artinya, kalau ada aturan lain dibawah putusan MK itu bukan cacat tapi batal karena hukum," tegas Ryaas Rasyid.

Oleh karena itu, ia menyatakan proses Pilkada Aceh tetap bisa berjalan dengan penyertaan calon dari jalur independen sesuai dengan putusan MK tersebut meski DPRA menolaknya.

Ketika ditanya bagaimana jika DPRA menolak calon dari independen menyampaikan visi dan misi sebagai salah satu tahapan proses Pilkada, ia menyatakan legislatif tidak boleh menghalang-halangi hak rakyat dalam berdemokrasi.

"Pilkada itu adalah `rezim` dari pemilu dan semuanya ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU/KIP). Penyampaian visi dan misi di sidang paripurna itu memang sebuah tantangan bagi KIP/KPU karenanya hal tersebut harus diyakinkan bahwa itu kepentingan untuk menyelamatkan demokrasi di Aceh," katanya.

Kemudian, apakah ada pihak yang rela jika Pilkada di Aceh tertunda gara-gara DPRA mempertahankan putusannya menolak jalur dari peseorangan, kata dia menjelaskan.

Untuk itu, Ryaas Rasyid mengimbau para pihak agar berjiwa besar guna meningkatkan demokrasi di Aceh, dan terapkan hukum secara konsisten sehingga tidak ada yang menjadikan Aceh sebagai contoh yang menolak putusan hukum tertinggi (MK).(*)
(T.A042/M019)