Elvan Dany Sutrisno - detikNews
Jakarta
Majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN)
Jakarta menerima gugatan tujuh terpidana kasus korupsi terhadap
pengetatan remisi yang dikeluarkan Kementerian Hukum dan HAM. Partai
Golkar menyambut gembira.
"Kita sudah menduga karena pihak
Kementerian Hukum dan HAM agak ugal-ugalan. Menelepon dan bisa merombak
aturan. Ini malpraktik dalam birokrasi," kata Ketua DPP Golkar, Priyo
Budi Santoso, sambil tersenyum kepada wartawan di Gedung DPR, Senayan,
Jakarta, Rabu (7/3/2012).
Priyo berharap ke depan Kemenkum HAM
berhati-hati dalam mengambil keputusan. Agar selalu mengindahkan
prosedural dalam mengambil keputusan penting.
"Ke depan tidak
boleh sewenang-wenang harus lewat SK prosedural. Tidak boleh dengan cara
memborbardir. Jangan karena terkait kader partai tertentu kemudian
dilakukan eksekusi seperti itu. Saya harap menteri dan wakil menteri
tidak ugal-ugalan dalam mengambil keputusan," kata Priyo.
Namun interpelasi pengetatan remisi koruptor tetap berjalan di DPR. Para pengusungnya masih bergerilya.
"Dalam
rapat Bamus minggu depan akan diberikan kesempatan anggota yang
mengusulkan interpelasi memberikan penjelasan, kemudian dijadwalkan
dalam rapat paripurna DPR untuk diambil keputusan," kata Priyo.
Dengan
diterimanya gugatan terhadap Surat Keputusan Menkum HAM tentang
pengetatan remisi, maka ketujuh terpidana korupsi yang mengajukan
gugatan dipastikan akan bebas.
Tujuh penggugat itu adalah tiga
orang terpidana kasus suap cek pelawat pemilihan Dewan Gubernur Senior
Bank Indonesia (DGS BI), yaitu Ahmad Hafiz Zawawi, Bobby Satrio
Hardiwibowo Suhardiman, dan Hengky Baramuli; dua terpidana kasus korupsi
PLTU Sampit yaitu Hesti Andi Tjahyanto, dan Agus Widjayanto Legowo; dan
dua lainnya terpidana kasus pengadaan alat puskesmas keliling, yaitu
Mulyono Subroto, dan Ibrahim.
Ketujuh terpidana kasus korupsi
tersebut awalnya mendapat Putusan Bebas (PB) yang dikeluarkan pada 30
Oktober 2011, terhadap 11 orang. Namun PB tersebut tiba-tiba dibatalkan
setelah Kementerian Hukum dan HAM melalui Direktorat Jenderal
Pemasyarakatan (Ditjen Pas) mengeluarkan pengetatan remisi pada 31
Oktober 2011. Mereka akhirnya melakukan gugatan ke PTUN Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar