BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Selasa, 16 April 2013

Hukum Menjadi Panglima Hanya di Atas Kertas

INILAH.COM, Jakarta - Geliat perburuan aset Bank Century hingga ke luar negeri mulai surut. Tak lagi tampak semangat yang berkobar seperti beberapa waktu lalu. Pemberitaan di media-media pun redup meski semua data yang dibutuhkan sudah terkumpul.

Pakar hukum pidana Universitas Padjajaran (Unpad) I Gede Pantja Aztawa mengungkapkan, saat ini semua dokumen, fakta-fakta, dan informasi dari panitia angket sudah ada, demikian pula degan temuan-temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Seharusnya data-data tersebut dapat menjadi bukti awal bagi KPK untuk memulai langkah.

"Nyatanya hingga saat ini KPK masih belum berani menyebutkan nama," tuturnya kepada INILAH.COM, Senin (1/4/2014).

Menurut dia, sudah menjadi ciri khas hukum di Indonesia ketika berbenturan dengan kekuasaan semua menjadi tidak mudah. Apalagi ketika berurusan dengan para petinggi setingkat menteri, wakil presiden dan presiden.

"Hukum selalu menjadi subordinat dari kekuasaan. Istilah hukum itu panglima hanya ada di atas kertas," ungkap Guru Besar Ilmu Hukum Unpad tersebut.

Pantja melanjutkan, pengejaran kasus Century harus mendapat perhatian lebih dari semua pihak. Masyarakat hendaknya terus menanyakan sejauh mana perkembangannya dan progresnya tidak signifikan. Hal ini penting karena kasus tersebut bukan hanya menyangkut kerugian negara yang mencapai triliunan, namun juga terkait beberapa petinggi negara yang terlibat.

"Jika sudah jelas siapa yang kira-kira jadi tersangka, ya harus segera ditangkap. Siapapun dia," tegasnya.

Sementara itu, pakar hukum pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Mudzakir menegaskan, sulitnya pengejaran aset Century ke luar negeri dikarenakan adanya tokoh-tokoh penting yang masih menjabat di lembaga-lembaga tertinggi negara.

"Beberapa tokoh yang diduga terlibat saat ini masih menduduki posisi sentral," ujarnya.

Menurut dia, saat ini diperlukan keberanian, kesungguh-sungguhan, dan analisis kritis KPK dalam mengungkap kasus yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp6,7 triliun tersebut.

Dengan demikian, berbagai penyimpangan termasuk ideologi pengambilan kebijakan penggelontoran dana dapat diulas secara tuntas.

"KPK butuh orang-orang ahli perbankan yang paham dan mampu secara kritis mengungkap kasus ini seperti M.Ichsanudin Noorsi," tambahnya. [yeh]

Tidak ada komentar: