EMPO.CO, Jakarta
- Markas Besar TNI Angkatan Darat menolak penerapan peradilan
koneksitas dalam mengadili kasus penyerbuan dan penembakan di Lembaga
Pemasyarakatan Cebongan, Sleman, Yogyakarta. Sebelas anggota Komando
Pasukan Khusus (Kopassus) TNI Angkatan Darat sudah mengaku sebagai pelaku serangan brutal itu.
"Jadi yang digunakan adalah peradilan militer,"
kata Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Darat, Brigadir Jenderal
Rukman Ahmad saat ditemui wartawan di kantornya, di jalan Veteran,
Jakarta Pusat, Senin, 8 April 2013.
Mengenai desakan beberapa
pengamat militer untuk menggunakan peradilan umum karena perbuatan
pidana umum yang dilakukan oleh anggota Kopassus, Rukman menampik.
Merujuk peraturan perundang-undangan yang berlaku, Rukman bersikeras peradilan militerlah yang bisa digunakan dalam menyidik pelaku yang merupakan anggota Kopassus Grup 2 Kandang Menjangan.
Rukman
juga memastikan bahwa penyidik polisi tak akan berperan dalam proses
hukum ini. Peradilan militer, kata dia, sepenuhnya ditangani oleh
internal TNI. Dia menegaskan bahwa kontribusi Polri hanyalah sebatas menyerahkan data
hasil investigasi sementara mereka dalam kasus Cebongan. "Mereka
(Polri) sudah menyatakan bersedia menyerahkan data itu pada kami," kata
Rukman.
Pada, Kamis 4 April lalu Wakil Komandan Polisi Militer,
Brigadir Jenderal TNI, Unggul Yudhoyono mengakui 11 anggota Kopassus
Grup 2 Kandang Menjangan, Kartosuro, Sukoharjo, Jawa Tengah terlibat
dalm aksi penembakan itu.
Dari 11 anggota Kopassus, ada dua yang
tidak ikut melakukan aksi penyerangan, keduanya bermaksud mencegah dan
menggagalkan aksi sembilan teman mereka. Tim investigasi TNI AD menyebut
anggota Kopassus berinisial U sebagai penembak keempat tahanan Polda
Yogyakarta yang terjadi pada 23 Maret dini hari lalu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar