Jakarta (ANTARA News) - Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Pol Timur Pradopo mengatakan, meski hingga kini belum ada aturan tertulis tentang diskresi di lingkungan pejabat publik, namun bukan berarti langkah itu dilarang untuk dilakukan.

Kapolri menegaskan itu lewat pemaparan tertulis yang dibacakan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Sutarman dalam lokakarya "Mitigasi Risiko Terkait Dengan Diskresi Kepala Daerah Agar Terhindar dari Pidana Korupsi" yang diselenggarakan Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) di Jakarta, Senin.

Para kepala daerah, kata Kapolri, harus berperan aktif dalam kehidupan sosial ekonomi masyarakat sesuai dengan amanat Pembukaan UUD 1945 untuk memajukan kesejahteraan umum. "Kebijakan ini melekat dengan berpedoman kepada peraturan perundang-undangan," katanya.

Dalam kaitan itu, para pejabat publik di daerah kerap kali dihadapkan pada situasi dan kondisi genting, seperti bencana alam, maupun berbagai kondisi lain yang mengharuskan kepala daerah segera mengambil tindakan responsif, cepat dan tanggap.

Pertanyaan yang muncul, kata Kapolri, ialah bagaimana agar diskresi yang diambil dapat terhindar dari jeratan tindak pidana korupsi. Oleh karenanya, para pejabat publik harus mempunyai pertanyaan dalam diri mereka, yang menjadi kriteria perlu dilakukan atau tidaknya diskresi.

Timur Pradopo menegaskan, dari kacamata aparat penegak hukum, setiap kebijakan pejabat publik ataupun setiap diskresi yang berpotensi untuk diambil berpotensi untuk diuji apakah itu murni bertujuan mengatasi suatu masalah, ataukah dengan maksud penyalahgunaan wewenang dan jabatan.

Untuk itu, para kepala daerah bisa berpedoman pada empat kriteria, apakah keputusannya itu bertentangan dengan hukum, selaras dengan kewajiban umum pemerintahan yang baik, tak bertentangan dengan ketertiban umum serta apakah dapat dipertanggungjawabkan secara moral dan hukum.

Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi saat membuka lokakarya menegaskan, diskresi kepala daerah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan umum dan tanpa motivasi memperkaya diri berbeda dari korupsi yang sengaja diniatkan dan dilakukan.

Diskresi adalah kebebasan mengambil keputusan sendiri dalam setiap situasi yang dihadapi.

Sambutan Mendagri dibacakan oleh Kepala Badan Pelatihan dan Pendidikan, Kemendagri, Tarmizi Abdul Karim dalam lokakarya dihadiri sedikitnya 200 peserta dari berbagai kalangan, termasuk para kepala daerah atau pejabat daerah bidang keuangan, hukum dan humas.

Gamawan Fauzi mengatakan, modus baru korupsi yang sering menjadi batu sandungan bagi kepala daerah seperti menahan setoran pajak ke pusat dengan menyimpannya di rekening pribadi. Juga, modus meminjam dari kas daerah, mark-up maupun cash back dari rekanan proyek.

Menurut Gamawan Fauzi mitigasi diskresi adalah langkah pencegahan agar kepala daerah terhindar dari pidana korupsi, dan tindakan preventif untuk meminimalkan dampak negatif dari pelaksanaan kebebasan atau keleluasaan administratif negara untuk bertindak atas inisiatif sendiri.

Diskresi demikian, tambah Mendagri, biasanya dilakukan para kepala daerah guna menyelesaikan berbagai persoalan mendesak atau darurat yang belum ada atau belum jelas aturannya agar terhindar dari jerat pidana korupsi.

Berdasarkan pemahaman tersebut, menurut Gamawan Fauzi, maka mitigasi diskresi harus dilandasi prinsip bertindak cermat, berorientasi pada tujuan, untuk kepentingan umum, kelancaran penyelenggaraan pemerintah dan tanpa motivasi memperkaya diri atau orang lain.

Ketua Umum Apkasi Isran Noor dalam sambutan pembukaannya meminta agar ada rumusan yang jelas bagi kepala daerah untuk melaksanakan kebijakan mana yang masuk ranah pidana perdata.

Isran Noor mengatakan, Apkasi tidak anti-pemberantasan korupsi tetapi jangan karena ingin menyerap rasa keadilan masyarakat, banyak kepala daerah yang sudah dinyatakan bebas murni oleh pengadilan Tipikor setelah jaksanya melakukan kasasi lantas dinyatakan bersalah.

"Harus ada kejelasan bagi para kepala daerah, mana yang masuk ranah pidana, mana yang masuk perdata guna menghindari kriminalisasi kebijakan para kepala daerah," kata Isran yang mengungkapkan sudah banyak kepala daerah atau mantan kepala daerah yang terperangkap kasus pidana akibat diskresi mereka.

Lokakarya itu juga menghadirkan Dirjen Bangkum Pemeriksaan Keuangan Negara Nizam Burhanudin, Kejaksaan Agung RI mengirimkan Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Khusus D Andhi Nirwanto sedangkan Mahkamah Agung menghadirkan Hakim Agung Dr Paulus Efendi Lotulung.