TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA --
Program deradikalisasi hendaknya benar-benar diarahkan untuk memutus
mata rantai regenerasi jaringan teroris. Salah satu caranya, dengan
mencegah anak-anak dari kemungkinan terpapar penyebaran ideologi radikal
oleh jaringan teroris.
"Banyak tunas baru teroris itu tumbuh saat usia anak atau remaja belasan tahun. Kita harus memutus mata rantai benih tumbuhnya ideologi kekerasan semacam itu sejak dini," kata Wakil Ketua Komisi Perlidungan Anak Indonesia (KPAI) Asrorun Ni'am Sholeh, Rabu (12/9/2012) di Jakarta.
Sebagaimana diberitakan, sekelompok teroris melancarkan serangkaian serangan di Solo, Jawa Tengah. Dua bom meledak saat dirakit, masing-masing di kawasan Tambora, Jembatan Lima, Jakarta, dan di Depok, Jawa Barat. Polisi juga menggerebek beberapa terduga teroris sel baru.
Asrorun Ni'am Sholeh mengungkapkan, persemaian ideologi kekerasan atau terorisme umumnya tumbuh pada masa anak-anak dan remaja. Untuk itu, diperlukan program untuk menyelamatkan kalangan anak dan remaja dari paparan ideologi kekerasan.
"Tindakan itu dimungkinkan oleh negara dan keluarga sesuai Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak," katanya.
Jika ada anak-anak atau remaja yang diketahui potensial menjadi bibit radikalis atau teoris, negara dapat mengambil mereka, menjauhkannya dari jaringan teroris, dan mendidiknya dengan pemahaman keagamaan yang moderat.
"Keluarga, terutama orangtua, harus lebih giat memantau perkembangan perilaku dan pendidikan anak. Jika menemukan tanda-tanda perilaku radikal, orang tua mesti menarik anaknya dari jaringan ideologi kekerasan dan menanamkan nilai-nilai perdamaian dan kemanusiaan," katanya.
"Banyak tunas baru teroris itu tumbuh saat usia anak atau remaja belasan tahun. Kita harus memutus mata rantai benih tumbuhnya ideologi kekerasan semacam itu sejak dini," kata Wakil Ketua Komisi Perlidungan Anak Indonesia (KPAI) Asrorun Ni'am Sholeh, Rabu (12/9/2012) di Jakarta.
Sebagaimana diberitakan, sekelompok teroris melancarkan serangkaian serangan di Solo, Jawa Tengah. Dua bom meledak saat dirakit, masing-masing di kawasan Tambora, Jembatan Lima, Jakarta, dan di Depok, Jawa Barat. Polisi juga menggerebek beberapa terduga teroris sel baru.
Asrorun Ni'am Sholeh mengungkapkan, persemaian ideologi kekerasan atau terorisme umumnya tumbuh pada masa anak-anak dan remaja. Untuk itu, diperlukan program untuk menyelamatkan kalangan anak dan remaja dari paparan ideologi kekerasan.
"Tindakan itu dimungkinkan oleh negara dan keluarga sesuai Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak," katanya.
Jika ada anak-anak atau remaja yang diketahui potensial menjadi bibit radikalis atau teoris, negara dapat mengambil mereka, menjauhkannya dari jaringan teroris, dan mendidiknya dengan pemahaman keagamaan yang moderat.
"Keluarga, terutama orangtua, harus lebih giat memantau perkembangan perilaku dan pendidikan anak. Jika menemukan tanda-tanda perilaku radikal, orang tua mesti menarik anaknya dari jaringan ideologi kekerasan dan menanamkan nilai-nilai perdamaian dan kemanusiaan," katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar