RMOL. Anggaran bantuan hukum bagi rakyat miskin tahun 2013
sebesar Rp 50 miliar dinilai masih kurang. Oleh karena itu Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia mengusulkan tambahan Rp 13 miliar.
Pasca diundangkannya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang
Bantuan Hukum, negara berkewajiban memberikan jaminan bagi masyarakat
miskin dan terpinggirkan untuk mendapat keadilan melalui jalur hukum
formal secara merata di seluruh Indonesia.
Jaminan tersebut diwujudkan melalui dukungan anggaran untuk
memenuhi hak-hak konstitusi kelompok miskin. yang terjerat masalah
hukum.
“Bantuan Hukum bagi rakyat miskin sangat urgen dan dibutuhkan.
Untuk mendapat akses keadilan, bukanlah monopoli orang berduit saja,
di mana mereka bisa menyewa pengacara dengan biaya mahal,” kata Sekjen
Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Bambang Rantam Sariwanto di
Jakarta, kemarin.
Saat ini, anggaran yang sudah disetujui DPR sebesar Rp 50 miliar.
Anggaran itu ditempatkan di Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN)
Kemenkumham. Namun, anggaran itu dinilai kurang. Makanya, lembaga
yang dikomandoi Amir Syamsuddin meminta tambahan menjadi Rp 63
miliar.
“Kemenkumham meminta tambahan totalnya Rp 129 miliar untuk 21 satuan
kerja baru, bantuan bantuan hukum dan mengatasi over kapasitas di
Lapas dan Rutan. Kemhukham pada APBN 2013 dianggarkan Rp 7,27 triliun,”
ungkapnya.
Kepala BPHN Wicipto Setiadi mengatakan, definisi kemiskinan sesuai
dengan yang ditetapkan pemerintah. Tanpa memandang bulu, jika seseorang
miskin dan tersangkut masalah hukum wajib diberikan bantuan.
“Prinsipnya miskin. Dulu kaya dan sekarang miskin, secara norma kemungkinan bisa (mendapat bantuan),” katanya.
Dijelaskan, Kemenkumham hanya penyalur dana bantuan hukum kepada
organisasi-organisasi yang akan memberikan bantuan hukum kepada
masyarakat miskin pencari keadilan.
Yang menjadi kekhawatiran pemerintah yaitu anggaran itu menjadi
incaran sebagai objek proyek. Nantinya akan muncul lembaga-lembaga baru
yang membawa bendera lembaga bantuan hukum. “Makanya kementerian
akan melakukan verifikasi dan akreditasi kepada semua lembaga yang
mengajukan proposal permintaan dana bantuan hukum,” tandasnya.
Anggota Komisi III DPR Ahmad Yani mengatakan, fraksi partai
persatuan pembangunan menyetujui tambahan anggaran yang diajukan untuk
program bantuan hukum sebesar Rp 63 miliar. Penambahan ini merupakan
konsekuensi logis dari Undang-Undang Bantuan Hukum yang mengalihkan
layanan bantuan hukum tersebut dari Mahkamah Agung (MA) ke
Kemenkumham.
“Saya menyetujui anggaran tersebut, begitu juga Fraksi PPP,” kata
Ahmad Yani dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi III DPR, kemarin.
Namun, Yani menilai alokasi anggaran bagi program bantuan hukum
tersebut masih sangat kecil. Bila memang pemerintah serius memberi
bantuan hukum bagi masyarakat miskin seharusnya anggaran tersebut
ditingkatkan. “Sehingga kasus seperti tewasnya kakak beradik di
tahanan polisi di Sijunjung tidak terulang lagi,” ujarnya.
Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat (F-PD) Subyakto
meminta Kemenkumham untuk membuat road map dan grand design konsep pos
bantuan hukum bagi masyarakat miskin yang bermasalah dengan hukum.
Dengan dialihkannya pelayanan bantuan hukum dari MA kepada Kemenkumham
diharapkan rakyat bisa mendapatkan pelayanan lebih baik. “Tahun depan
jangan sampai pelayanan tidak lebih baik dari pada di bawah MA,” ujar
Subyakto.
Idealnya, Yang Dibutuhkan Ratusan Miliar
Alvons Kurnia Palma, Ketua YLBHI
Usulan tambahan bantuan hukum bagi rakyat miskin menjadi Rp 63
miliar tidaklah cukup. Angka yang pas sesuai dengan realitasnya yang
dibutuhkan haruslah ratusan miliar.
Pasalnya, anggaran itu akan digunakan untuk penanganan kasus di
seluruh tanah air dari ibukota sampai ke tingkat kabupaten/kota. Bila
dibandingkan dengan dana pendampingan hukum bagi lembaga negara yang
besarannya mencapai ratusan triliun, angka itu tidaklah ada apa-apanya.
Meski begitu niatan Kemenkumham itu sebuah langkah maju bagi
perhatian negara terhadapk masyarakat miskin. Saya berhatap terjadi
peningkatan secara gradual setiap tahun untuk bantuan masyarakat
miskin ini agar aksesbilitas untuk mendapatkan bantuan hukum semakin
besar.
Setahu saya saat ini anggaran bantuan hukum masyarakat miskin yang
disetujui adalah Rp 5-6 juta per kasus. Angka itu jauh dari cukup.
Idealnya satu kasus itu antara Rp 8-10 juta. Besaran anggaran sangat
menentukan kualitas pembelaan.
Saat ini, mekanisme penyaluran masih digodok. Pemerintah berharap,
lembaga penerima bukanlah lembaga abal-abal yang cuma menginginkan
proyek. Dana itu harus disalurkan tepat sasaran, langkah pemerintah
melakukan verifikasi dan akreditasi itu sudah benar.
Bukan Sesuatu Yang Istimewa
Wardah Hafidz, Ketua Urban Poor Consorsium
Usulan kenaikan anggaran bantuan hukum bagi masyarakat miskin dalam
APBN bukanlah sesuatu yang istimewa. Sebab, hal itu merupakan
kewajiban pemerintah terhadap warganya selama ini terpinggirkan dalam
mendapatkan keadilan.
Bagi masyarakat miskin, besaran anggaran bukanlah persoalan utama.
Mereka tahunya, bisa mendapatkan pendampingan saat berhadapan dengan
hukum agar tidak diperlakukan sewenang-wenang.
Masalahnya saat ini adalah minimnya sosialisasi dari pemerintah.
Masyarakat miskin yang serba terbatas dalam mengakses informasi tidak
tahu jika negara menyediakan anggaran buat mereka. Ini harus segera
dituntaskan.
Selain itu, diharapkan lembaga yang menjadi penyalur dana itu adalah
lembaga yang benar-benar terpercaya. Masyarakat miskin sudah lelah
jadi ‘sapi perahan’ untuk mengeruk untung. Janganlah mentang-mentang
miskin, dan tidak pandai menggugat kemudian seenaknya dimanfaatkan.
[Harian Rakyat Merdeka]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar