JAKARTA - Di tengah isu penarikan
20 penyidiknya oleh Mabes Polri dan revisi Undang-undang Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) yang bisa mempreteli kewenangan lembaga itu,
kini mulai muncul gerakan yang meminta supaya Presiden RI membubarkan
lembaga Pimpinan Abraham Samad tersebut.
Desakan tersebut disuarakan Gerakan Manusia Pancasila (GEMPA) yang menggelar aksi unjuk rasa di depan gedung KPK, Selasa (25/9). Mereka meminta KPK dibubarkan karena tidak diatur dalam UUD 1945, sehingga melanggar konstitusi.
"Abraham Samad pernah mengatakan, kalau kewenangan penyadapan terus dipreteli mendingan KPK dibubari. Artinya ucapan tersebut sikap frustasi KPK," kata Koordinator Lapangan GEMPA, Willy Prakars dalam orasinya.
GEMPA juga menilai, ketidak absolutan dan inkonstitusionalnya KPK dibuktikan dengan KPK meminta 30 penyidik independen yang dasar hukumnya berdasarkan rekomendasi dari Mahkamah Agung (MA).
Willy menuturkan, keberadaan KPK saat ini perlu dikaji ulang mengingat kewenangan dan keberadaan KPK hanya berdasarkan Undang-undang. Hal itu menurutnya menimbulkan tumpang tindih dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.
"Sudah saatanya DPR dan Presiden menjalankan dan mentaati konstitusi UUD 1945, di mana tidak ada satu katapun yang memuat atau mengatur kewenangan KPK," tegasnya.
Selain itu, benturan yang selalu terjadi antara KPK dan Kepolisian karena persoalan konstitusi, terutama dalam kewenangan yang sama melakukan penyelidikan dan penyidikan. Hal itu diatur dalam UU nomor 2 tahun 2002 tentang kepolisian, Bab III pasal 14g. Sedangkan KPK diatur dalam UU RI nomor 30 tahun 2002 tentang KPK, Bab II pasal 6c.
Dengan demikian harus diperjelas institusi yang akan menangani tindak pidana korupsi , termasuk yang akan melakukan penyelidikan dan penyidikan. "Apakah diserahkan sepenuhnya kepada KPK atau Kepolisian, sehingga tidak rancu dan tidak saling lempar tanggun jawab," jelasnya.
Pada aksinya itu, GEMPA selain meeminta Presiden mmebubarkan KPK, mereka juga mendesak Kepolisian dan Kejaksaan segera menarik semua penyidiknya dari KPK dan meminta Kepolisian dan Kejaksaan bekerja lebih profesional dalam pemberantasan Tipikor.(fat/jpnn)
Desakan tersebut disuarakan Gerakan Manusia Pancasila (GEMPA) yang menggelar aksi unjuk rasa di depan gedung KPK, Selasa (25/9). Mereka meminta KPK dibubarkan karena tidak diatur dalam UUD 1945, sehingga melanggar konstitusi.
"Abraham Samad pernah mengatakan, kalau kewenangan penyadapan terus dipreteli mendingan KPK dibubari. Artinya ucapan tersebut sikap frustasi KPK," kata Koordinator Lapangan GEMPA, Willy Prakars dalam orasinya.
GEMPA juga menilai, ketidak absolutan dan inkonstitusionalnya KPK dibuktikan dengan KPK meminta 30 penyidik independen yang dasar hukumnya berdasarkan rekomendasi dari Mahkamah Agung (MA).
Willy menuturkan, keberadaan KPK saat ini perlu dikaji ulang mengingat kewenangan dan keberadaan KPK hanya berdasarkan Undang-undang. Hal itu menurutnya menimbulkan tumpang tindih dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.
"Sudah saatanya DPR dan Presiden menjalankan dan mentaati konstitusi UUD 1945, di mana tidak ada satu katapun yang memuat atau mengatur kewenangan KPK," tegasnya.
Selain itu, benturan yang selalu terjadi antara KPK dan Kepolisian karena persoalan konstitusi, terutama dalam kewenangan yang sama melakukan penyelidikan dan penyidikan. Hal itu diatur dalam UU nomor 2 tahun 2002 tentang kepolisian, Bab III pasal 14g. Sedangkan KPK diatur dalam UU RI nomor 30 tahun 2002 tentang KPK, Bab II pasal 6c.
Dengan demikian harus diperjelas institusi yang akan menangani tindak pidana korupsi , termasuk yang akan melakukan penyelidikan dan penyidikan. "Apakah diserahkan sepenuhnya kepada KPK atau Kepolisian, sehingga tidak rancu dan tidak saling lempar tanggun jawab," jelasnya.
Pada aksinya itu, GEMPA selain meeminta Presiden mmebubarkan KPK, mereka juga mendesak Kepolisian dan Kejaksaan segera menarik semua penyidiknya dari KPK dan meminta Kepolisian dan Kejaksaan bekerja lebih profesional dalam pemberantasan Tipikor.(fat/jpnn)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar