Jakarta (ANTARA
News) - Menko Politik, Hukum dan Keamanan Djoko Suyanto, menyatakan,
tidak ada peningkatan status keamanan nasional, pascapeningkatan
eskalasi teror yang terjadi belakangan ini, termasuk ledakan di
Kecamatan Beji, Depok, Sabtu (8/9).
"Aparat keamanan, termasuk intelijen, dipastikan bekerja keras
untuk mengungkapnya," kata Djoko dalam jumpa pers terkait kasus ledakan
di Depok, di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Minggu.
Menurut dia, tidak adanya peningkatan status keamanan bukan berarti aparat tak bekerja.
"Densus 88, BNPT, intelijen selalu bekerja menangkap sinyal,
membuntuti, bahkan bisa saja mereka ditanam suatu tempat. Itu tugas
mereka," katanya.
Djoko menyebutkan, intelijen sudah bekerja secara koordinatif dan intelijen memeroleh informasi yang "dishare" ke aparat untuk ditindaklanjuti karena intelijen tidak bisa menangkap.
"Ini bukan kecolongan. Aparat intelijen bertindak sesuai hukum.
Kalau dibolehkan (menangkap), bisa saja kita karena kita sudah lacak,"
katanya.
Menko Polhukam mengimbau seluruh lapisan masyarakat
untuk lebih waspada terhadap tindakan teror ini karena tindakan teror
selalu terjadi di dalam masyarakat.
"Saya juga mengimbau untuk bersama-sama meningkatkan kewaspadaan
lingkungannya, terutama para ketua rt/rw untuk lebih peduli terhadap
rumah-rumah yang berada di wilayahnya. Laporkan ke aparat terdekat bila
ada kecurigaan apapun. Lebih baik mencegah daripada terlambat,"
ungkapnya.
Sementara itu, Kapolri Jenderal (Pol) Timur Pradopo, menambahkan,
keterlibatan peran masyarakat perlu dioptimalkan agar tindakan teror
bisa diminimalisasikan.
"Apa pun yang dilakukan oleh warga, ketua rt dan rw bisa menjadi
deteksi yang sangat bagus. Saya apreasiasi kepada masyarakat yang mau
bekerja sama dengan aparat dengan menemukan bahan peledak di Tambora,
Jakbar. Kalau semua masyarakat bisa melakukan hal ini, maka upaya
pencegahan kasus teror bisa dilakukan secara optimal," katanya.
Di rumah kontrakan yang berkedok rumah Yayasan Yatim Piatu Pondok
Bidara polisi berhasil menemukan beberapa barang bukti berupa, tiga
granat (nanas mangis, asap), satu pucuk senjata bareta dengan 17 butir
peluru, dua pucuk senjata enggran (jenis serbu) dalam bentuk rangkaian,
puluhan butir peluru.
Kemudian, satu silincer (peredam suara senjata), enam buah
"switching" dalam rangkaian bahan pembuat bom, enam paralon 1/4 inc
sudah terisi rakitan bom, bahan peledak jenis serbuk/black powder
potassium, satu unit detonator elektrik, dan surat wasiat yang tengah
diteliti.
Beberapa temuan barang bukti itu sama dengan temuan kasus teror
di Solo, yakni pistol Bareta. Hanya saja, untuk kasus di Depok (Sabtu,
8/9), pistol itu tidak ada tulisan yang menyatakan pistol tersebut
milik/ properti kepolisian Filipina. Ditemukan pula paralon terisi
rakitan bom. Ini sama dengan temuan di Tambora.
Kronologis kejadian yang diperolehnya, pada Sabtu malam (8/9)
sekitar pukul 21.30, terjadi ledakan bom rakitan di Jalan Nusantara
Kecipir Nomor 63, RT 04/013, Beji, Kota Depok. Bom tersebut meledak di
rumah kontrakan yang di depannya terdapat spanduk warna kuning
bertuliskan nama yayasan yatim piatu.
Akibat kejadian tersebut, tiga orang mengalami luka-luka.
Berdasarkan data yang sama, satu orang mengalami luka berat, yakni
tangan kanan putus dan luka bakar sekitar 70 persen.
Korban tersebut saat ini dirawat d RS Polri Sukanto Kramat Jati.
Pertolongan pertama, korban dilarikan ke RS Mitra Keluarga, yang
selanjutnya pada pukul 02.00 korban dirujuk ke RS Polri Kramat Jati.
Sementara dua korban lain, diketahui bernama Mulyadi Hidayat (32
tahun), dan Febri Bagus Kuncoro (20 tahun) mengalami luka ringan. Kedua
korban tersebut berlokasi tinggal di belakang tempat kejadian perkara
(TKP).(S037/A011)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar