TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Fahmi Idris
menegaskan, penyedia jaminan sosial masyarakat itu tidak akan bangkrut (collapse). "Isu BPJS collapse itu tidak benar," katanya di Istana Merdeka, Kamis, 10 Maret 2016.
Menurut Fahmi, Presiden Joko Widodo memberi perhatian terhadap masalah
ini. Presiden, kata Fahmi, berharap isu bangkrutnya BPJS tidak sampai
membuat publik gelisah, terutama rumah sakit dan masyarakat yang hendak
berobat. Fahmi mengatakan neraca keuangan BPJS masih sehat. "Antara
pemasukan dan pengeluaran seimbang, no problem," tuturnya.
Sumber keuangan BPJS, Fahmi menjelaskan, berasal dari pemasukan dua
iuran dan sumber dana lain. Jika ada ketidaksesuaian, masih di bawah
rekomendasi Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN). Ia menjamin kondisi
neraca keuangan BPJS pada tahun ini mendekati perkiraan DJSN.
Fahmi berjanji BPJS Kesehatan tidak akan menaikkan besaran iuran sebelum
masyarakat merasakan manfaat yang lebih dari pelayanannya. BPJS, kata
dia, juga tidak akan mengurangi manfaat yang diberikan supaya tidak
menimbulkan masalah sosial.
September lalu, Ketua DJSN Chazali
H. Situmorang mengatakan kondisi BPJS sedang kritis. Banyak peserta yang
menunggak premi selama 2-6 bulan. Untuk mengatasi masalah ini, DJSN
mendesak pemerintah segera mencairkan dana talangan sekitar Rp 3,5
triliun. Hal ini untuk menutupi jumlah tunggakan.
Menurut
Chazali, sebelum ada dana talangan, BPJS terpaksa memanfaatkan iuran
yang masuk walau kurang. Jumlah peserta BPJS Kesehatan di seluruh
Indonesia mencapai 145 juta. Dengan jumlah rumah sakit yang sudah
bekerja sama sebanyak 1.700 dari total 2.500 rumah sakit di Indonesia.
Peserta yang paling banyak menunggak berasal dari peserta mandiri atau
peserta yang mendaftar secara perorangan.
ANANDA TERESIA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar