JAKARTA
– Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) menolak rencana kebijakan
rasionalisasi jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang digulirkan
Kementerian Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB).
Komisioner KASN I Made Suwandi memberikan alasan sikapnya yang menilai kebijakan pengurangan jumlah PNS tidak tepat.
Pertama,
rasio jumlah PNS Indonesia terhadap penduduk masih di bawah angka dua
persen, yakni 1,7 persen. Dibanding sejumlah negara tetangga di kawasan
Asia Tenggara, lanjut pria bergelar profesor itu, rasio PNS Indonesia
masih tergolong bagus. Diketahui, rasio PNS di Singapura 2,5 persen,
sedang Malaysia sekitar 3,7 persen.
“Jadi
Indonesia masih lebih bagus dibanding negara-negara tetangga di Asia
Tenggara,” ujar I Made Suwandi kepada JPNN kemarin (14/3).
Kedua,
lanjut mantan pejabat di kemendagri itu, masalah PNS di Indonesia bukan
terletak pada jumlah, namun soal distribusi. Dia katakan, PNS Indonesia
lebih banyak yang menumpuk di pusat, yakni di kementerian/lembaga.
“Padahal,
pusat itu lebih mengurusi soal kebijakan (bukan pelayanan public, red).
Tapi pegawainya banyak, kantor besar, uang banyak,” ujarnya, sembari
mengatakan pendapatnya ini merupakan pendapat pribadi.
Ketiga,
untuk PNS di daerah, masalahnya juga distribusi pegawai. Untuk di
pemda, PNS lebih banyak menumpuk di Kantor Sekretariat Daerah (setda).
“Mestinya jumlah PNS lebih banyak di
dinas-dinas yang punya fungsi pelayanan public,” terangnya. Pemerintah
pusat, lanjutnya, mestinya melakukan redistribusi PNS.
Made
mengatakan, kebijakan rasionalisasi harus punya alasan yang kuat, yang
didasarkan pada kajian yang matang menyangkut rasio jumlah PNS. Terutama
rasio petugas medis, guru, dan juga tenaga administrasi.
“Kalau
datanya sudah jelas, baru bisa mengatakan kelebihan atau kekurangan PNS.
Kebijakan harus berdasar data yang akurat dan tidak bisa ujug-ujug
bilang rasionalisasi,” ujar Made.
Diketahui,
selama ini untuk memberhentikan seorang PNS saja prosedurnya tidak
gampang. Prosesnya harus mulai dari pejabat pembina kepegawaian (PPK),
yang diusulkan ke KASN. Putusan KASN sendiri masih bisa digugat ke
Mahkamah Agung (MA).
Jika misalnya PNS yang terkena rasionalisasi tapi menolak dipensiunkan dini, maka itu juga akan muncul masalah.
Made
tidak membantah kemungkinan itu. Pasalnya, aturan mengenai pemberhentian
PNS sudah ada ketentuannya di PP Nomor 53 Tahun 2010 tentang displin
PNS.
“Jika
PNS melakukan pelanggaran, harus diberi peringatan satu, dua, dan
seterusnya. Sanksinya antara lain penurunan pangkat. Kalau sampai
dipecat, itu sudah berat, berat,” pungkasnya. (sam/jpnn)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar