Dhani Irawan - detikNews
Jakarta - KPK meminta pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah
(PP) untuk mempermudah proses Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara
Negara (LHKPN). Selain itu, PP itu nantinya akan mengatur sanksi
administratif bagi pejabat negara yang tak patuh menyetor LHKPN.
Sanksi
administratif yang dimaksud meliputi pemotongan gaji, syarat wajib
promosi dan kenaikan pangkat. Namun untuk memberikan sanksi tegas hingga
penindakan oleh KPK, Wakil Ketua KPK Laode M Syarif mengatakan tidak
bisa serta merta melalui PP.
"Harus ganti (pasal-pasal) di dalam UU kalau mau sanksi yang tegas," ucap Syarif saat dikonfirmasi, Kamis (17/3/2016).
Undang-undang
yang dimaksud Syarif yaitu yang di dalamnya berisi tentang LHKPN yaitu
Undang-undang nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan
yang Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Senada dengan Syarif,
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang juga menyuarakan hal yang sama.
"Itu
harus melihat UU. Kita kan bekerja berdasarkan UU. Di mana belum ada
sanksi kalau menurut UU," ujar Saut saat dikonfirmasi terpisah.
Sementara
itu, Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan mengatakan tentang sanksi
administratif bagi anggota DPR yang tidak melapor LHKPN dapat diproses
melalui Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). Aturan tentang sanksi tegas,
lanjut Pahala, tidak dapat diatur dalam PP.
"Kalau untuk DPR,
kita serahkan ke MKD. Tidak, tidak (masuk PP untuk sanksi yang lebih
tegas. (Untuk revisi UU agar sanksi lebih tegas) ya harus ada yang
inisiasi kayak di Hong Kong dengan senang hati revisi UU 28, revisi
satu-dua pasal selesai itu. Tapi esensinya kan lain," ujar Pahala.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar