TEMPO.CO, Jakarta
- Kementerian Perhubungan menilai status badan hukum saja tak cukup
bagi dua perusahaan penyedia layanan transportasi berbasis aplikasi,
Uber dan GrabCar. Kedua perusahaan itu harus mengurus izin operasi dan
izin usaha sebagai operator angkutan umum.
"Harus ada, kalau
masih ingin beroperasi," kata pelaksana tugas Direktur Jenderal
Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan, Sugihardjo, di Jakarta,
Kamis, 17 Maret 2016.
Sugihardjo menyatakan GrabCar dan
Uber harus menentukan bentuk usaha mereka. Pilihannya ada dua, yakni
menjadi perusahaan taksi atau usaha angkutan mobil sewa (rental). Jika
memilih taksi berargo, GrabCar dan Uber bisa menjadi operator taksi baru
atau bisa juga bergabung dengan badan usaha taksi yang telah ada.
"Harus
pula mengikuti ketentuan, seperti pelat nomor kendaraan kuning dan
tarif sesuai dengan aturan pemerintah," ujar Sugihardjo.
Apabila
mereka memilih menjadi perusahaan angkutan sewa, ada aturan yang juga
harus dipatuhi. Salah satunya, Surat Keputusan Dirjen Perhubungan Darat,
yakni SK.653/AJ.202/DRJD/2001 tentang petunjuk teknis penyelenggaraan
angkutan sewa. Dalam SK itu, pengusaha harus memiliki izin operasi
sebagai perusahaan sewa, yang dikeluarkan oleh dinas perhubungan
pemerintah daerah.
Mobil rental akan mendapatkan nomor
polisi berkode khusus. "Sama dengan mobil pribadi, pelat hitam dengan
warna tulisan putih. Namun, ada kode khusus yang hanya diketahui polisi
untuk memudahkan identifikasi jika terjadi apa-apa," ucap Sugihardjo.
Kementerian Perhubungan tak memberi tenggat tertentu kepada
GrabCar dan Uber untuk mengurus izin operasi dan usaha angkutan. "Kami
tunggu saja mereka maunya jadi seperti apa." Prinsipnya, kata dia,
pemerintah tak melarang penggunaan aplikasi untuk memudahkan konsumen
memesan kendaraan.
DEVY ERNIS | ALI HIDAYAT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar