Andi Saputra - detikNews
Jakarta - Mahkamah Agung (MA) memutuskan merampas harta Rp 24
miliar dari terpidana korupsi Atto Sakmiwata Sampetoding (53) dan pidana
penjara selama 5 tahun. Jaksa tidak menahan Atto.
Kasus yang
menjerat Managing Director PT Kolaka Mining Internasional bermula saat
perusahaanya mengekspor nikel ke China dalam bentuk mentah sebanyak 222
ribu mt dengan harga Rp 78 miliar pada 2010. Penjualan nikel itu atas
perjanjian dirinya dengan Pemda Kolaka.
Uang tersebut diberikan
ke Pemda Kolaka sebesar Rp 15 miliar. Sedangkan sisanya digunakan antara
lain untuk jasa pengangkutan Rp 10 miliar, transshipment Rp 6 miliar,
pinjam sewa pelabuhan Rp 1,7 miliar dan biaya pengiriman ke China
sebesar Rp 4 miliar. Sehingga terdapat selisih Rp 24 miliar yang tidak
dilaporkan ke negara dan dinikmati sendiri oleh Atto.
Jaksa
mencium gelagat tidak baik dari transaksi tersebut dan menggelar
penyidikan ekspor nikel yang dikeruk dari bumi Sulawesi itu. Jaksa
kemudian mendudukkan Atto di kursi pesakitan. Jaksa menuntut Atto
dihukum 8 tahun penjara dan hartanya Rp 24 miliar dirampas negara.
Siapa
sangka, Atto dibebaskan Pengadilan Tipikor Kendari pada 30 Agustus
2013. Majelis menyatakan hubungan Atto dengan pemerintah adalah hubungan
keperdataan yaitu utang piutang Atto dengan Pemda, tapi uang itu
digunakan untuk kepentingan pribadi.
Mendapati putusan ini, jaksa terhenyak dan langsung mengajukan kasasi. Gayung bersambut, MA mengabulkan tuntutan tersebut.
"Menjatuhkan hukuman 5 tahun penjara," demikian putus MA sebagaimana dilansir websitenya, Minggu (13/3/2016).
Duduk
sebagai ketua majelis yaitu hakim agung Zaharuddin Utama dengan anggota
LL Hutagalung dan Syamsul Rakan Chaniago. Majelis sepakat merampas aset
pribadi Atto karena kasus itu terjadi pada 25 Juni 2010 sedangkan PT
Kolaka Mining Internasional baru didirikan pada 17 Desember 2010.
"Menghukum
terdakwa Atto Sakmiwata Sampetoding membayar yang pengganti Rp 24
miliar dikurangi nilai rumah terdakwa yang disita sebesar Rp 3,4
miliar=Rp 20,6 miliar kepada negara. Jika terpidana tidak membayar uang
pengganti paling lama 1 bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap
maka harta bendanya dapat disita jaksa dan dilelang untuk menutupi uang
pengganti itu. Dalam hal harta benda terpidana tidak mencukupi untuk
membayatr maka diganti pidana selama 4 tahun," putus majelis.
Namun
putusan ini tidak bulat. Hakim LL Hutagalung menyatakan kasus di atas
merupakan kasus perdata dan sebagai pedagang Atto berhak mendapatkan
untung. Sebagai pedagang, menjual lebih tinggi dari harga pembelian
adalah wajar karena sebagai pedagang berhak mendapatkan untung.
"Maka perkara a quo adalah sengketa perdata, bukan ranah pidana/tipikor," cetus LL Hutagalung.
Tapi pendapat LL Hutagalung kalah suara dengan dua hakim lainnya sehingga putusan diketok dengan suara terbanyak.
(asp/erd)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar