Serang (ANTARA
News) - Majelis Ulama Indonesia Banten dan sejumlah tokoh ulama dan
pondok pesantren di daerah itu mendukung fatwa MUI Pusat terkait
perampasan atau penyitaan aset koruptor oleh negara.
"Tentunya kami mendukung apa yang difatwakan MUI Pusat. Ini kan
fatwa saja, dilaksanakan atau tidak tergantung pemerintah," kata Ketua
MUI Banten H AM Romly di Serang, Selasa.
Namun demikian, kata dia, jika fatwa tersebut dilaksanakan, jangan
seluruh harta milik koruptor yang dirampas, tetapi harus dipilih harta
yang benar-benar berasal dari hasil kejahatan korupsi.
Menurutnya, fatwa MUI merupakan imbauan ulama yang tidak bisa
dipaksakan. Hal ini karena, pelaksanaan fatwa MUI terkait perampasan
harta koruptor dilakukan oleh penegak hukum.
"Nanti fatwa MUI disampaikan ke pemerintah. Tentu saja, secara
teknis dan implementasinya pemerintah yang akan melaksanakan fatwa MUI
itu," kata Romly usai menghadiri Peringatan Isra dan Mikraj Nabi
Muhammad SAW tingkat Provinsi Banten.
Ia mengatakan, kalangan ulama sudah sangat prihatin terhadap
kasus korupsi di Indonesia, sehingga harus mengeluarkan fatwa. Meski
demikian, kelemahan dari fatwa tersebut belum tentu dilaksanakan oleh
pemerintah atau penegak hukum.
Sekretaris Forum Silaturahmi Pondok Pesantren (FSPP) Banten Fatah
Sulaeman mengatakan, untuk memperbaiki Bangsa ini, pihaknya setuju
dengan fatwa MUI soal perampasan harta koruptor. Namun mekanisme
tersebut harus diatur agar tidak salah tafsir.
Ia mengatakan, penanggulangan masalah korupsi merupakan langkah
darurat yang harus dilaksanakan dengan baik. "Jika mekanismenya benar,
perampasan harta koruptor harus didukung," katanya.
Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (NU) Provinsi Banten juga
menyatakan sepakat dan mendukung terkait fatwa halal atas perampasan
harta koruptor.
"Kalangan NU Banten sudah pasti setuju. Karena efek atau dampak
korupsi begitu besar terhadap kehidupan Bangsa ini," kata Ketua PW NU
Banten Makmur Masyhar.
Sebelumnya, fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) merekomendasikan
penyitaan aset harta hasil korupsi. MUI menilai tindakan tersebut
sebagai salah satu cara memberikan efek jera bagi pelaku korupsi.
Rekomendasi diputuskan setelah MUI menggelar ijtima ulama komisi
fatwa se-Indonesia di Pondok Pesantren Cipasung, Jawa Barat. Ijtima
berlangsung mulai 29 Juni hingga 2 Juli 2012.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar