BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Rabu, 04 Juli 2012

Garuda Sakti Jaya Kembali Jika Tak Dikhianati




Keberhasilan pembangunan tidak akan tercapai tanpa kesetiaan kepada cita-cita nasional bangsa Indonesia. Rintisan pembangunan nasional telah dimulai sejak era Kebangkitan Nasional tahun 1908 sampai dengan era Orde Baru dan berlanjut sampai dengan era Reformasi saat ini. Kemerdekaan yang dicapai Indonesia pada 17 Agustus 1945 mengantarkan kita kepada nilai-nilai dan hasil-hasil positif yang mendukung pembangunan menuju kemajuan bangsa.
Kesetiaan kepada kepentingan negara merupakan modal yang tak ternilai harganya dalam menyongsong era globalisasi. Kemerdekaan yang telah diperjuangkan oleh para leluhur bangsa ini seharusnya menjadi modal utama membangun kesejahteraan rakyat. Namun sungguh disayangkan Indonesia saat ini tengah dihancurkan dari dalam oleh orang-orang yang mengkhianati kepentingan negara. Program pembangunan nasional hanya menjadi slogan yang tak berujung dengan perwujudan kesejahteraan rakyat.
Kita bisa menyaksikan maraknya kasus korupsi yang dilakukan oleh pejabat publik hingga melibatkan tokoh-tokoh kepercayaan Presiden. Parahnya, hasil korupsi dibagi-bagi secara masal sehingga melahirkan budaya korupsi dari berbagai level departemen negara. Garuda sakti kini sedang dikhianati sehingga tak lagi memiliki taji. Kondisi ini melahirkan krisis kepercayaan masyarakat terhadap Pemerintahan yang sedang berlangsung. Masyarakat menjadi acuh tak acuh untuk berpartisipasi mengisi pembangunan.
Menurut pandangan saya, terdapat 3 hal mendasar yang harus diperbaiki dari kondisi saat ini untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat Indonesia terhadap Pemerintah. 3 hal tersebut adalah:
1. Transparansi kebijakan publik.
Selama 32 tahun kekuasaan Orde Baru (ORBA), masyarakat memiliki keterbatasan akses memantau penyusunan dan pelaksanaan kebijakan Pemerintah karena kebebasan berekspresi dibatasi. Munculnya era reformasi yang dimotori oleh kelompok mahasiswa melahirkan iklim demokrasi yang lebih baik sehingga transparansi kebijakan publik bisa dijalankan sesuai dengan fungsinya. Berkat keberadaan media, masyarakat bisa mengetahui kebijakan-kebijakan Pemerintah sekaligus mengawasi pelaksanaannya.
Transparansi kebijakan publik yang sedang dibangun saat ini diharapkan bisa melahirkan keikhlasan dan kejujuran bagi kinerja aparat Pemerintah. Menurut pendekatan hukum, arti keikhlasan dan kejujuran adalah suatu tindakan atau perbuatan yang dilaksanakan menurut perintah atau aturan yang seharusnya ditaati oleh anggota masyarakat yang bersangkutan. Dengan pengawasan ketat terhadap kebijakan yang terkait kepentingan publik, kebobrokan moral pejabat dapat diungkap sehingga kita bisa melakukan sanksi dan tindakan hukum yang sesuai dengan tingkat pelanggaran.
2. Kesadaran peningkatan kualitas pendidikan.
Bangsa yang maju adalah bangsa yang mengutamakan kualitas pendidikan generasi muda. Sejarah telah mencatat negara Jepang mampu mencapai kemajuan pesat berkat Restorasi Meiji. Restorasi Meiji adalah bentuk kebangkitan nasional yang memungkinkan setiap penduduk mengenyam pendidikan ala Barat dengan mempertahankan budaya asli mereka. Malaysia pun demikian. Pada dekade 70-an negara tersebut mengimpor banyak pengajar dari Indonesia untuk memajukan sektor pendidikan. Namun saat ini yang terjadi malah sebaliknya, banyak warga Indonesia yang belajar ke berbagai universitas di Malaysia.
Pendidikan juga yang menjadi motor kebangkitan nasional bangsa Indonesia sejak era Budi Utomo lalu berlanjut dengan perjuangan mahasiswa pada masa penumbangan rezim Soeharto. Pendidikan yang maju melahirkan kesadaran berpikir dan berperilaku lebih intelek di masyarakat. Masyarakat tidak akan bisa dibodohi aparat nakal bila mereka mengetahui dasar hukum sebuah tindakan yang ditengarai melanggar kepentingan publik. Berkat pendidikan, masyarakat akan lebih kreatif dalam berpikir dan berpartisipasi dalam urun-rembug mencari solusi permasalahan rakyat.
3. Apresiasi terhadap hasil karya anak bangsa.
Salah satu penyebab negara Indonesia makin tertinggal di belakang negara-negara lain adalah kurangnya apresiasi atau penghargaan terhadap hasil-hasil karya anak bangsa. Sudah tidak terhitung jumlah warga Indonesia yang cerdas, kreatif, berkompeten dan bisa membawa perubahan, namun nyatanya mereka lebih nyaman berkarya di negara lain. Misalnya Nelson Tansu, profesor termuda lulusan Lehigh University, Amerika Serikat yang lebih suka menetap di Amerika karena alasan ekonomi dan dukungan terhadap penelitian yang dilakukan.
Apresiasi terhadap hasil karya putra bangsa merupakan dukungan terhadap kemajuan iklim pembangunan sebuah bangsa. Masyarakat akan tertantang untuk berbuat positif karena hasil karyanya dihargai. Kondisi ini akan memunculkan kreatifitas masyarakat sehingga mampu menyelesaikan masalah-masalah penting di tingkat akar. Mengimpor penemuan-penemuan baru dari negara maju tidak selalu menjadi solusi terbaik bagi masyarakat Indonesia. Kitalah yang memahami permasalahan bangsa ini dan sudah seharusnya kita pula yang tampil ke depan dalam penyelesaiannya.
Garuda sakti yang dulu pernah terbang tinggi mengitari kawasan Asia dan dunia saat ini sedang terkapar di sarangnya. Ia memang tidak bisa mengendalikan laju perubahan alam yang didiaminya. Alam senantiasa bergerak seirama putaran bumi. Namun ia masih punya waktu untuk menyembuhkan luka dari pengkhiatanan ini, sekaligus memperbaiki kemampuan dalam bermanuver menjelajah setiap sudut angkasa. Kita bisa dan kita pasti bisa!


Tidak ada komentar: