⋅
Keberhasilan pembangunan tidak akan tercapai tanpa kesetiaan kepada
cita-cita nasional bangsa Indonesia. Rintisan pembangunan nasional telah
dimulai sejak era Kebangkitan Nasional tahun 1908 sampai dengan era
Orde Baru dan berlanjut sampai dengan era Reformasi saat ini.
Kemerdekaan yang dicapai Indonesia pada 17 Agustus 1945 mengantarkan
kita kepada nilai-nilai dan hasil-hasil positif yang mendukung
pembangunan menuju kemajuan bangsa.
Kesetiaan kepada kepentingan negara merupakan modal yang tak ternilai
harganya dalam menyongsong era globalisasi. Kemerdekaan yang telah
diperjuangkan oleh para leluhur bangsa ini seharusnya menjadi modal
utama membangun kesejahteraan rakyat. Namun sungguh disayangkan
Indonesia saat ini tengah dihancurkan dari dalam oleh orang-orang yang
mengkhianati kepentingan negara. Program pembangunan nasional hanya
menjadi slogan yang tak berujung dengan perwujudan kesejahteraan rakyat.
Kita bisa menyaksikan maraknya kasus korupsi yang dilakukan oleh
pejabat publik hingga melibatkan tokoh-tokoh kepercayaan Presiden.
Parahnya, hasil korupsi dibagi-bagi secara masal sehingga melahirkan
budaya korupsi dari berbagai level departemen negara. Garuda sakti kini
sedang dikhianati sehingga tak lagi memiliki taji. Kondisi ini
melahirkan krisis kepercayaan masyarakat terhadap Pemerintahan yang
sedang berlangsung. Masyarakat menjadi acuh tak acuh untuk
berpartisipasi mengisi pembangunan.
Menurut pandangan saya, terdapat 3 hal mendasar yang harus diperbaiki
dari kondisi saat ini untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat
Indonesia terhadap Pemerintah. 3 hal tersebut adalah:
1. Transparansi kebijakan publik.
Selama 32 tahun kekuasaan Orde Baru (ORBA), masyarakat memiliki
keterbatasan akses memantau penyusunan dan pelaksanaan kebijakan
Pemerintah karena kebebasan berekspresi dibatasi. Munculnya era
reformasi yang dimotori oleh kelompok mahasiswa melahirkan iklim
demokrasi yang lebih baik sehingga transparansi kebijakan publik bisa
dijalankan sesuai dengan fungsinya. Berkat keberadaan media, masyarakat
bisa mengetahui kebijakan-kebijakan Pemerintah sekaligus mengawasi
pelaksanaannya.
Transparansi kebijakan publik yang sedang dibangun saat ini
diharapkan bisa melahirkan keikhlasan dan kejujuran bagi kinerja aparat
Pemerintah. Menurut pendekatan hukum, arti keikhlasan dan kejujuran
adalah suatu tindakan atau perbuatan yang dilaksanakan menurut perintah
atau aturan yang seharusnya ditaati oleh anggota masyarakat yang
bersangkutan. Dengan pengawasan ketat terhadap kebijakan yang terkait
kepentingan publik, kebobrokan moral pejabat dapat diungkap sehingga
kita bisa melakukan sanksi dan tindakan hukum yang sesuai dengan tingkat
pelanggaran.
2. Kesadaran peningkatan kualitas pendidikan.
Bangsa yang maju adalah bangsa yang mengutamakan kualitas pendidikan
generasi muda. Sejarah telah mencatat negara Jepang mampu mencapai
kemajuan pesat berkat Restorasi Meiji. Restorasi Meiji adalah bentuk
kebangkitan nasional yang memungkinkan setiap penduduk mengenyam
pendidikan ala Barat dengan mempertahankan budaya asli mereka. Malaysia
pun demikian. Pada dekade 70-an negara tersebut mengimpor banyak
pengajar dari Indonesia untuk memajukan sektor pendidikan. Namun saat
ini yang terjadi malah sebaliknya, banyak warga Indonesia yang belajar
ke berbagai universitas di Malaysia.
Pendidikan juga yang menjadi motor kebangkitan nasional bangsa
Indonesia sejak era Budi Utomo lalu berlanjut dengan perjuangan
mahasiswa pada masa penumbangan rezim Soeharto. Pendidikan yang maju
melahirkan kesadaran berpikir dan berperilaku lebih intelek di
masyarakat. Masyarakat tidak akan bisa dibodohi aparat nakal bila mereka
mengetahui dasar hukum sebuah tindakan yang ditengarai melanggar
kepentingan publik. Berkat pendidikan, masyarakat akan lebih kreatif
dalam berpikir dan berpartisipasi dalam urun-rembug mencari solusi
permasalahan rakyat.
3. Apresiasi terhadap hasil karya anak bangsa.
Salah satu penyebab negara Indonesia makin tertinggal di belakang
negara-negara lain adalah kurangnya apresiasi atau penghargaan terhadap
hasil-hasil karya anak bangsa. Sudah tidak terhitung jumlah warga
Indonesia yang cerdas, kreatif, berkompeten dan bisa membawa perubahan,
namun nyatanya mereka lebih nyaman berkarya di negara lain. Misalnya
Nelson Tansu, profesor termuda lulusan Lehigh University, Amerika
Serikat yang lebih suka menetap di Amerika karena alasan ekonomi dan
dukungan terhadap penelitian yang dilakukan.
Apresiasi terhadap hasil karya putra bangsa merupakan dukungan
terhadap kemajuan iklim pembangunan sebuah bangsa. Masyarakat akan
tertantang untuk berbuat positif karena hasil karyanya dihargai. Kondisi
ini akan memunculkan kreatifitas masyarakat sehingga mampu
menyelesaikan masalah-masalah penting di tingkat akar. Mengimpor
penemuan-penemuan baru dari negara maju tidak selalu menjadi solusi
terbaik bagi masyarakat Indonesia. Kitalah yang memahami permasalahan
bangsa ini dan sudah seharusnya kita pula yang tampil ke depan dalam
penyelesaiannya.
Garuda sakti yang dulu pernah terbang tinggi mengitari kawasan Asia
dan dunia saat ini sedang terkapar di sarangnya. Ia memang tidak bisa
mengendalikan laju perubahan alam yang didiaminya. Alam senantiasa
bergerak seirama putaran bumi. Namun ia masih punya waktu untuk
menyembuhkan luka dari pengkhiatanan ini, sekaligus memperbaiki
kemampuan dalam bermanuver menjelajah setiap sudut angkasa. Kita bisa
dan kita pasti bisa!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar