“Lebih cepat lebih baik,” kata Ketua Sidang Majelis Kehormatan Hakim (MKH), Suparman Marzuki saat ditemui seusai sidang MKH di Gedung MA, Jakarta, Selasa (10/7).
Menurut Suparman, pasca vonis kepada Putu Suika dan Anton Budi Santoso, KY berkepentingan untuk mengetahui pelaksanaan rekomendasi terkait 12 hakim lainnya. Soalnya, hal itu bakal menjadi pijakan KY dalam menangani laporan serta kasus lainnya.
Kendati begitu, Suparman masih menolak menyebutkan identitas 12 hakim itu berikut dugaan pelanggarannya. Soalnya, sampai saat ini belum ada kepastian hukum yang mengikat. “Kami belum bisa menyampaikan rekomendasi KY kepada MA mengenai 12 hakim yang melakukan pelanggaran ringan dan pelanggaran sedang. Itu masih jadi kewenangan MA,” ujarnya.
Kata Suparman, yang paling penting sekarang, realisasi atas rekomendasi sanksi hukuman berat pada hakim Putu Suika dan Anton Budi Santoso sudah mendapat respon positif dari MA.
Dari situ, dia berharap, penanganan kasus-kasus hakim nakal ke depan lebih diintensifkan. Selain itu, dia berharap, efek pemberian sanksi oleh MKH dijadikan masukkan dan pedoman hakim dalam menjalankan profesinya.
Juru Bicara Mahkamah Agung Djoko Sarwoko menyatakan, MA sudah membahas sanksi untuk 12 hakim tersebut. Akan tetapi, dia belum bisa menyampaikan sanksi itu secara spesifik. “Sudah ada pembahasan mengenai hal itu, tapi belum final,” ucapnya.
Sebagaimana diketahui, sanksi ringan sampai tingkat sedang terhadap 12 hakim yang direkomendasikan KY, disampaikan bersamaan dengan rekomendasi sanksi berat terhadap hakim PN Denpasar Putu Suika dan hakim PN Sleman Anton Budi Santoso. Dalam putusannya, MKH menyatakan, Putu terbukti bersalah. Dia divonis dipecat dari jabatan hakim secara tidak hormat.
Menurut Majelis, Putu melanggar kode etik hakim karena berkomunikasi dengan pihak berperkara di luar sidang, berperilaku tidak jujur, menerima hibah dan hadiah dari pihak berperkara.
Suparman menyebut, pertemuan dengan pihak berperkara tak hanya dilakukan di ruang kerja atau kantor. Pertemuan juga berlanjut sampai tempat hiburan karaoke. “Sempat karaoke tiga kali dengan pihak berperkara,” tegasnya.
Tapi, Putu meminta MKH juga menyidangkan bekas atasannya, Ketua PN Denpasar. Sebab, menurut Putu, tindakannya sepengetahuan serta atas perintah atasannya. Putu menambahkan, karaoke bersama pihak berperkara itu dilakukan setelah perkara yang ditangani putus. “Mengapa saya dikorbankan. Dulu saya mengikuti perintah beliau, karena beliau pimpinan,” tandasnya.
Putu mengungkapkan, Ketua PN pernah memintanya memenangkan salah satu pihak berperkara. Untuk kepentingan tersebut, dia mengaku pernah dipanggil tiga kali oleh atasannya itu. Atasannya, meminta Putu membantu tergugat.
Anehnya, lanjut Putu, setelah perkara putus, dia sama sekali tidak diberi job menangani perkara. Ia juga tak pernah dilibatkan dalam menentukan berbagai kebijakan di lingkungan pengadilan. Padahal sebelumnya, selaku hakim senior, dia selalu dimintai pertimbangan.
Menanggapi hal itu, Suparman menyatakan, MKH sudah merekomendasikan pemeriksaan terhadap atasan Putu itu. Dia menginformasikan, posisi atasan Putu dalam kasus ini juga sebagai terlapor. Untuk keperluan menggelar sidang MKH lanjutan, KY sudah meminta keterangan yang bersangkutan.
“KY sudah mengklarifikasi dan merekomendasikan sidang MKH lanjutan untuk Ketua PN Denpasar. Dalam perkara ini ada dua perkara, Ketua PN juga dilaporkan,” terangnya. Tapi, Djoko Sarwoko mengaku belum tahu kapan sidang MKH terhadap bekas atasan Putu digelar MA. “Nanti saya cek dulu,” katanya.
Dia menambahkan, upaya memperoleh keterangan dari bekas atasan Putu perlu dilakukan secepatnya. Hal itu penting agar keterangan Putu bisa dipertanggungjawabkan.
REKA ULANG
Putu Dipecat, Anton Dinonpalukan
Hakim Putu Suika, lahir di Karangasem, Bali, 11 November 1948. Putu
tercatat menyelesaikan pendidikan di Fakultas Hukum Universitas
Brawijaya Malang, Jawa Timur. Lalu, dia mengikuti seleksi PNS hakim.Karier hakimnya dimulai saat menjadi calon hakim di Pengadilan Negeri (PN) Sumber, Cirebon, dan diangkat menjadi hakim pertama kali di PN Ketapang. Setelah itu, kariernya berlanjut menjadi hakim di PN Klungkung, Wakil Ketua PN Bojonegoro, Ketua PN Ngawi dan Wakil Ketua PN Pati. Dia sempat menjadi Wakil Ketua PN Palangkaraya dan hakim PN Mataram, hingga akhirnya bertugas sebagai hakim di PN Denpasar.
Di balik cerita miring yang dialamatkan kepadanya, sehingga ia diberi sanksi pemecatan, Putu pernah menghukum Warga Negara Selandia Baru, Angus Mc Caskill (57) karena memiliki 3,58 gram kokain selama tujuh tahun. Lama hukuman yang dijatuhkan pada 31 Januari 2011 ini, sesuai tuntutan jaksa.
Putu juga pernah menjatuhkan hukuman 10 tahun penjara kepada Abdurrahman alias Abdu (21), terdakwa pembunuh warga negara Jepang Hiromi Shimada (41). Adapun pelaku utama, Mawardi, dihukum 20 tahun penjara.
Sementara itu, hakim Pengadilan Negeri Sleman Anton Budi Santoso disidang Majelis Kehormatan Hakim (MKH) lantaran dilaporkan seseorang yang berperkara, Linus M.E Roymond Renwarin. Anton yang sudah bertugas selama 16 tahun ini, diduga meminta uang sebanyak Rp 50 juta ketika mengurus kasus perdata tentang wanprestasi perjanjian investasi dengan nomor perkara 113/p.pdt/2010/pn.sleman. Kepada MKH, Anton mengakui pernah bertemu kuasa hukum tergugat, Budi Wijaya, saat masih proses persidangan.
Berbeda dengan Putu, pada sidang MKH dengan agenda mengklarifikasi dugaan penyelewengan, hakim PN Sleman, Yogyakarta ini justru mengakui perbuatannya. Dengan lugas, dia menyatakan, kerap bertemu pihak berperkara.
“Saya mohon maaf, memohon kepada Majelis Kehormatan Hakim untuk menjatuhkan vonis seringan-ringannya, karena saya masih mempunyai tanggungan keluarga dan dengan harapan saya masih diberi kesempatan untuk memperbaiki diri. Saya khilaf,” katanya.
Karena pengakuan yang tidak berbelit-belit itu, Anton hanya dijatuhi vonis mutasi ke PN Semarang oleh MKH. “Anton juga di-non palu selama dua tahun,” kata Ketua MKH Suparman Marzuki. MKH pun sepakat memotong tunjangan remunerasi Anton sebesar 100 persen.
Sekadar mengingatkan, sesuai Undang Undang Komisi Yudisial, MKH digawangi tujuh orang, yang terdiri dari empat unsur KY dan tiga unsur MA. Empat unsur KY itu adalah Suparman Marzuki (Ketua MKH), Jaja Ahmad Jayus, Taufiqurahman Syahuri dan Ibrahim. Sedangkan unsur MA yakni I Made Tara, Imam Soebechi dan Zaharuddin Utama.
Hakim Nakal Harusnya Jera
Deding Ishak, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Deding Ishak meminta pelaksanaan sidang
Majelis Kehormatan Hakim (MKH) dilakukan secara profesional dan
proporsional. Sebab, hal itu menunjukkan komitmen lembaga
peradilan untuk mengubah hal negatif yang mewarnai lembaga tersebut.
“Sidang MKH ini menunjukkan bahwa komitmen reformasi peradilan
berjalan,” katanya. Selain itu, anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar ini berharap, pelaksanaan sidang MKH mampu membangkitkan efek jera kepada para hakim. Sehingga, para hakim takut untuk melakukan penyelewengan.
Kemudian, ketegasan Majelis Kehormatan Hakim menunjukkan peran dan fungsi Komisi Yudisial (KY) serta MA dalam melakukan pengawasan terhadap para hakim, berjalan semestinya. Eksistensi kedua lembaga itu dalam menindaklanjuti aduan masyarakat yang berpotensi pada penyimpangan mekanisme dan tata peradilan, juga terlihat.
Dengan asumsi demikian, maka masyarakat menjadi percaya bahwa upaya pencarian keadilan itu mendapat pengawalan dari berbagai lini. Hal itu penting ditumbuhkan di tengah meningkatnya sikap antipati terhadap proses penegakan hukum. Minimal, sambungnya, lembaga kehakiman di sini menunjukkan keseriusan untuk membenahi diri. Hal itu, merupakan awal yang baik. “Perlu diikuti lembaga penegak hukun lainnya,” katanya.
Tapi, dia mewanti-wanti, mekanisme pengambilan keputusan lewat MKH mesti mengandung unsur obyektivitas tinggi. Soalnya, selain ada unsur dari MA, terdapat unsur luar yakni KY. Setidaknya, keterlibatan KY dalam proses pengambilan keputusan, menjadikan sebuah proses penindakan lebih berwarna alias variatif. Dengan begitu, pesimisme masyarakat bahwa penindakan hakim masih berat sebelah, nantinya bisa diminimalisir.
Bukan Cuma Urusan KY Dan MA
Akhiruddin Mahjuddin, Koordinator Gerak Indonesia
Koordinator LSM Gerakan Rakyat Anti Korupsi (Gerak) Indonesia
Akhiruddin Mahjuddin menyatakan, hakim idealnya bebas dari segala
kepentingan. Dengan begitu, kualitas putusan yang diambilnya terukur
alias mencerminkan azas keadilan.Dia menilai, masih tingginya angka pelaporan terhadap hakim menunjukkan, ada suatu yang salah dalam dunia peradilan kita. Untuk itu, diperlukan upaya intensif untuk menanggulangi masalah tersebut. “Bukan MA dan KY saja yang harus turun tangan. Semua komponen hendaknya ambil bagian dalam mengontrol hakim agar segala tindakannya profesional,” tandasnya.
Akhiruddin menambahkan, pelaporan dugaan pelanggaran etika dan profesi hakim ke Komisi Yudisial hendaknya selalu disikapi Mahkamah Agung secara bijaksana. Dari situ, MA sebagai induk organisasi hakim, dapat menentukan langkah-langkah strategis dalam meningkatkan profesionalitas hakim.
Maka, sambung dia, intensitas koordinasi antara KY dan MA hendaknya tidak sebatas ketika ada laporan dari masyarakat. Atau menjelang digelarnya proses sidang MKH. Melainkan, senantiasa berjalan beriringan dalam upaya mengawasi, menindak dan mengontrol profesionalisme hakim-hakim.
Dia menggemukakan, bentuk-bentuk penyimpangan kode etik dan profesi hakim tidak semata diperoleh lewat laporan masyarakat saja. Kualitas putusan atau vonis yang diambil hakim pada persidangan suatu kasus, juga bisa menjadi indikator dalam mengkategorikan tingkat profesionalisme hakim. “Jadi, ada banyak metode yang bisa dipakai dalam mengukur kualitas hakim,” tuturnya.
Tinggal nantinya, lembaga berwenang yakni KY dan MA menentukan, apakah di situ ada pelanggaran atau tidak. [Harian Rakyat Merdeka]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar