VIVAnews - Ketua Pimpinan Pusat Muslimat Nahdlatul
Ulama, Khofifah Indar Parawansa meminta kepada umat Islam supaya saling
memahami dalam hal perbedaan penentuan awal puasa.
Dia
mengungkapkan pendekatan yang dilakukan untuk menetapkan 1 Ramadhan
antara Muhammadiyah dengan Nahdlatul Ulama (NU) berbeda. NU menggunakan rukhyatul hilal sedangkan Muhammadiyah menggunakan wujudul hilal.
"Karena
pendekatannya berbeda, itu kemungkinannya penetapan berbedanya tinggi.
Satu merukyat melihat, satunya wujud ada," kata Khofifah kepada VIVAnews.com, Rabu 4 Juli 2012.
Lebih
lanjut, dia menambahkan bahwa pendekatan-pendekatan penetapan tanggal 1
Ramadhan telah menjadi kesepakatan masing-masing organisasi massa Islam
tersebut. "Meski berbeda yang penting saling tafahum ada kesepahaman,"
tegas dia.
Adanya perbedaan tersebut, ia pun mengharapkan supaya kalangan umat Islam tetap saling menghormati dan saling menjaga kerukunan.
Seperti
diketahui, Pimpinan Pusat Muhammadiyah menetapkan Jumat kliwon 20 Juli
2012 sebagai awal puasa tanggal 1 Ramadhan 1433 H. Untuk pelaksanaan
Hari Raya Idul Fitri, Muhammadiyah menetapkan tanggal 19 Agustus 2012
atau pada 1 Syawal 1433 H.
Ketetapan Pimpinan Pusat Muhammadiyah
itu dituangkan dalam Maklumat dengan nomor 01/MLM/I.0/E/2012 tentang
Penetapan Hasil Hisab Ramadhan, Syawal, dan Dzulhizzah 1433 Hijriyah,
serta imbauan menyambut Ramadhan 1433 H.
Maklumat tertanggal 15
Juni 2012 itu ditandatangani Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin
dan Sekretaris Umum Agung Danarto di Kantor PP Muhammadiyah Yogyakarta.
Penetapan itu berdasarkan hisab hakiki wujudul hilal yang dipedomani oleh Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Muhammadiyah
menyadari akan adanya perbedaan penetapan awal mula Ramadhan bila
dibandingkan dengan organisasi lain. Maka itu, Muhammadiyah mengeluarkan
imbauan khusus untuk warganya akan adanya kemungkinan perbedaan
penetapan 1 Ramadhan itu. (eh)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar