TEMPO.CO, Jakarta - Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) berhasil mengungkap kasus suap di Kabupaten
Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, melalui operasi tangkap tangan pada
Sabtu, 20 Juni 2015. KPK menangkap empat tersangka yakni dua anggota
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Muba serta Kepala Dinas Pendapatan
Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Musi Banyuasin dan Kepala Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah Musi Banyuasin.
Pimpinan KPK
Indriyanto Seno Adji menyatakan OTT Muba merupakan bukti kuat bahwa
penyadapan merupakan gerbang depan pemberantasan korupsi oleh KPK. "OTT
Muba adalah jawaban tepat bahwa penyadapan adalah marwah KPK yang
primaritas sifatnya," kata Indriyanto melalui pesan pendek, Ahad, 21
Juni 2015.
Secara universal, kata Indriyanto, semua tindakan
OTT selalu dilakukan dalam tahap penyelidikan dan umumnya dilakukan
dengan aksi surveillance yang salah satunya adalah penyadapan. Penyadapan, lanjut dia, selalu berbasis pada penyelidikan bukan penyidikan secara projustitia.
Menteri Hukum dan HAM serta DPR telah bersepakat untuk merevisi
Undang-Undang KPK. Salah satu yang rencananya akan diutak-atik dari
aturan tersebut adalah kewenangan penyadapan yang dimiliki KPK. Revisi
dimaksudkan untuk mengatur prosedur penyadapan dan membuat mekanisme
pengawasan.
Salah satunya, KPK diharuskan mendapat izin dari
pengadilan sebelum melakukan penyadapan. Hal ini diprotes Indriyanto.
"Kehendak perlunya izin pengadilan adalah aturan umum, sedangkan KPK
berbasis pada regulasi lex specialis," ujar dia.
Pendapat Menteri Hukum bahwa penyadapan hanya bisa dilakukan pada tahap projustitia
juga dinilai Indriyanto tidak memiliki nilai dan akan mereduksi
kewenangan KPK. Rencana meniadakan Pasal 44 dalam UU KPK, ucap
Indriyanto, akan menempatkan KPK pada regulasi umum yang bukan
karakteristik KPK dengan dasar-dasar kekhususan. "Bila direduksi
demikian, lebih baik bubarkan saja KPK."
MOYANG KASIH DEWIMERDEKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar