JUMLAH pegawai di
Indonesia dinilai terlalu gemuk dengan ratio 1,7 persen atau 4,517 juta
PNS. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
(KemenPAN-RB) membuat design rasionalisasi PNS agar ratio PNS bisa turun
ke angka 1,5 persen atau 3,5 juta orang.
Dengan demikian belanja pegawai yang
menyita 33 persen dana APBN/APBD menjadi 28 persen. Bagaimana skenario
rasionalisasi PNS yang telah dibuat pemerintah? Berikut petikan
wawancara wartawan JPNN Mesya Mohammad dengan Deputi SDM Aparatur KemenPAN-RB Setiawan Wangsaatmaja, Minggu (6/3).
Apa benar rasionalisasi PNS dilakukan tahun ini?
Belum tahun ini, karena masih dalam tahap
kajian. Kalau dalam roadmap memang dimulai 2016 sampai 2019, hanya saja
kajiannya kan belum selesai. Selain itu harus disesuaikan dengan
keuangan negara. Jadi nanti dimulai tahun depan karena secara anggaran
dan kajian sudah siap.
Kalangan politisi Senayan (Komisi II DPR RI) meragukan pelaksanaan rasionalisasi bisa berjalan baik. Tanggapan Bapak?
Alasan keraguannya apa? Sebelum
rasionalisasi diberlakukan, ada tahapan-tahapan yang dilewati. Dimulai
dari penataan SDM aparatur sipil negara (ASN) berupa audit organisasi,
pemetaaan kuadran meliputi kompetensi, kualifikasi, dan kinerja. Setelah
dipetakan, akan diperoleh berapa sebenarnya kebutuhan SDM baik dari
sisi jabatan maupun jumlah. Selain itu hasil pemetaan kompetensi,
kualifikasi, dan kinerja akan dimasukkan dalam peta kuadran. Peta
kuadran ini harus diisi masing-masing pejabat pembina kepegawaian (PPK)
karena mereka paling tahu kondisi pegawainya. Untuk mencegah penilaian
tidak objektif, akan digunakan sistem penilaian yang dibuat pusat. Saat
ini kami tengah mengembangkan rapid assessment untuk pemetaan
kualifikasi, kompetensi, dan kinerja pegawai.
Model peta kuadran kualifikasi dan kompetensi pegawai ASN seperti apa Pak?
Jadi nanti PPK akan mengisi, pegawainya
masuk kuadran satu, dua, tiga, dan empat. Kuadran satu artinya ASN-nya
kompeten dan kualifikasi sesuai. Kuadran dua, kompeten namun kualifikasi
tidak sesui. Kuadran tiga, tidak kompeten namun kualifikasi sesuai.
Kuadran empat, tidak kompeten dan kualifikasi tidak sesuai.
ASN yang masuk kuadran satu tetap
dipertahankan. Yang masuk kuadran dua diberikan diklat atau mutasi.
Kuadran ketiga diberikan diklat kompetensi dan kuadran empat inilah yang
kena kebijakan rasionalisasi.
Yang jadi sasaran kebijakan rasionalisasi?
Jumlah PNS kita saat ini 4,517 juta orang.
Terbesar menduduki jabatan fungsional umum (JFU) sebanyak 1,391 juta
orang. Nah, JFU inilah yang jadi target kami. Namun sebelum
rasionalisasi, 1,391 juta PNS itu akan melakukan tahapan pemetaan
seperti yang saya papar di atas. Setelah hasilnya tergambar dalam peta
kuadran, baru dilakukan rasionalisasi.
Jumlah PNS yang berpendidikan SD sampai SMA sekitar 1,331 juta, apakah mereka jadi target utama?
Mereka memang akan masuk tahapan penataan
SDM. Karena mereka semuanya berada di JFU. Tapi tidak berarti semua
lulusan SMA akan dirasionalisasi, karena ada jabatan-jabatan tertentu
seperti sipir, ABK yang juga SMA. Jadi ini akan tergambar di peta
kuadran kualifikasi dan kompetensi pegawai ASN. PNS lulusan SMA yang
kena rasionalisasi bila dia berada dalam kuadran empat.
Apa sebenarnya sasaran pemerintah dengan penataan pegawai?
Sasaran kami adalah mempertahankan pegawai
yang kompeten, qualified, dan berkinerja (kuadran satu). PNS yang masuk
kuadran dua dan tiga diberikan diklat, mutasi, redistribusi karena
mereka masih potensial dikembangkan. Sedangkan PNS yang masuk kuadran
empat, akan dirasionalisasi misalnya dengan pensiun dini. Dan yang
terakhir, rekruitmen PNS tepat sasaran.
Apakah tidak ada cara lain selain rasionalisasi, karena untuk menjadi PNS perlu banyak pengorbanan?
Rasionalisasi itu banyak cara. Jadi tidak
semuanya lewat pensiun dini, lewat e-PUPNS juga bisa. Sebab, dari hasil
e-PUPNS akan diketahui berapa jumlah PNS fiktif. Coba betapa ruginya
negara membayar gaji pegawai yang ternyata orangnya tidak ada. Sedangkan
PNS yang kinerja buruk, kompetensinya rendah mau tidak mau harus
dipensiunkan dini karena memang tidak layak dipertahankan.
Pengukuran kualifikasi, kompetensi, dan kinerja masing-masing PNS diukur oleh PPK. Apakah hasilnya tidak bias?
Ya tidak dong, karena ada sistem yang sementara kami bangun untuk mengukur itu, namanya rapid assessment.
Meski kepala unit organisasi yang melaksanakan, namun panduannya jelas.
Rapid assessment tengah kami ujicoba di KemenPAN-RB. Bila cara ini
sukses, akan diberlakukan secara nasional karena metodenya lebih mudah
dan cepat, dibandingkan full assessment.
Rapid assessment hanya
menggunakan tiga tools sederhana yang bisa digunakan sebagai penyaring,
yaitu tes aplikasi komputer untuk mengolah dan dan menulis dokumen, tes
kemampuan berbahasa dan kemampuan memberikan pelayanan, tes kompetensi
teknis sesuai bidang JFU yang akan dipertahankan.
Dengan rapid assessment ini akan
diperoleh data pegawai yang tidak disiplin, berkinerja buruk, dan
memiliki kualifikasi yang tidak sesuai. PNS yang tidak disiplin, kinerja
buruk, dan kompetensi rendah kena rasionalisasi.
Apa benar PNS yang kena rasionalisasi diberikan pesangon?
PNS yang kena rasionalisasi memang akan
dapat kompensasi. Tapi caranya bermacam-macam. Bisa lewat pesangon,
pensiun bulanan, dan lain-lain. Ini masih kami kaji lagi mana yang pas
dilakukan dan tidak membebani keuangan negara.
Apa sebenarnya yang diharapkan pemerintah dengan rasionalisasi?
Rasionalisasi akan memberikan multiplier
effect kepada negara. Ketika jumlah PNS berkurang, otomatif belanja
pegawai juga turun. PNS yang bekerja juga benar-benar kompeten sehingga
bisa mendatangkan devisa bagi negara. Bila devisa negara banyak,
pembangunan bisa dilaksanakan dan endingnya masyarakat Indonesia bisa
sejahtera. (esy/jpnn)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar