BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Kamis, 09 Juni 2011

90 Tahun Soeharto Dirayakan Lewat Buku

INILAH.COM, Jakarta - Tepat pada peringatan 90 tahun kelahiran mantan Presiden RI Soeharto pada Rabu (8/6/2011) ini, buku berjudul 'Pak Harto, The Untold Stories' diluncurkan. Apa istimewannya?

Buku yang diluncurkan di Museum Purna Bhakti Pertiwi, Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta Timur ini diterbitkan oleh Yayasan Harapan Kita bersama Gramedia Pustaka Utama.

Peluncuran buku dihadiri tokoh nasional antara lain mantan Wapres Jusuf Kalla, mantan Wapres Try Sutrisno, dan mantan Menteri Penerangan Malaysia Zainudin Maidin yang datang menggantikan eks PM Malaysia Mahathir Mohamad serta Ketua MPR Taufiq Kiemas. Ada juga mantan Menkeu JB Sumarlin, Fahmi Idris, Meutia Farida Hatta, Mayjen TNI Purn Sutoyo NK dan Sukardi Rinakit.

Buku setebal 600 halaman ini diterbitkan oleh Yayasan 1968 Harapan Kita. Editor buku adalah Dr Ir Arissetyanto Nugroho, MM. Sampul buku bergambar Pak Harto berbaju batik dan tengah duduk di tengah-tengah ladang.

Isinya buku seluruh kenangan yang bersifat sisi humanis mengenai mantan Presiden Soeharto yang selama ini tidak pernah dipublikasikan, plus berbagai foto yang jarang diketahui publik selama ini. Ada kisah yang tak terduga, jenaka, dan juga mengharukan.

Ada 113 narasumber yang berbagi kisah dalam buku ini, seperti mantan Perdana Menteri Malaysia Mahathir Muhammad, mantan Presiden Filipina Fidel Ramos, mantan Perdana Menteri Singapura Lee Kuan Yew, Raja Brunei Darussalam Sultan Bolkiah. Mereka berbagi pengalaman selama bersama presiden RI kedua itu.

Mantan Wakil Presiden Try Sutrisno yang hadir dalam peluncuran buku itu mengungkapkan, Pak Harto sering melakukan perjalanan diam-diam (incognito) dengan berkeliling ke daerah-daerah guna melihat hasil pembangunan yang dicanangkannya kala itu.

"Saya masih ingat, Pak Harto selalu melakukan incognito. Pesannya tidak boleh ada satu pun yang tahu kalau Pak Harto mau melakukan incognito," ujar mantan ajudan Soeharto itu.

Saat melakukan perjalanan diam-diam itu, Pak Harto selalu berpesan agar tidak ada seorang pun boleh tahu, baik pejabat daerah maupun pejabat pusat.

"Yang ikut biasanya hanya tiga mobil, dokter kepresidenan, pengawal, Pak Harto dan saya," kenang Try.

Dia menuturkan, saat incognito, rombongan Soeharto membawa logistik sendiri yang telah disediakan Tien Soeharto. "Biasanya membawa sambal teri bikinan Ibu Tien. Ketika waktu makan tiba, Soeharto pun tak segan-segan makan bersama anak buahnya," ujarnya.

Menurut dia, perjalanan incognito itu bisa berlangsung berhari-hari tanpa protokoler, tanpa pengawalan formal dan makan dengan bekal seadanya serta menginap di rumah penduduk. Dan itu membulatkan pikiran dan tindakan Pak Harto dalam mengambil keputusan terbaik bagi kesejahteraan bangsanya.

Di dalam buku ini juga memuat kesaksian dari mantan ajudan Pak Harto dan juga Panglima TNI Jendral (Purn) Wiranto. Ia mengisahkan, setiap hendak bermain golf di Rawamangun, Pak Harto hanya dikawal satu jip di belakang.

Suatu kali di Jalan Pemuda dan hendak belok kiri ke arah Rawamangun, polisi terlalu lama menghentikan kendaraan, akibatnya terdengar klakson bersahut-sahutan.

"Lain kali polisi tidak perlu menyetop terlalu lama. Mereka kan punya keperluan yang mendesak, sedangkan saya kan hanya mau berolahraga. Jadi biar saya menunggu sebentar, kan tidak apa-apa," ujar Pak Harto seperti ditirukan Wiranto.

Kesaksian lain juga diungkapkan oleh Siti Hutami Endang Adiningsih "Setiap bulan Bapak sendiri yang mengingatkan saya untuk membayar uang sekolah.

Setelah bapak memberikan saya uangnya, ibu mengingatkan saya untuk membawa beras karena pada saat itu saya duduk di sekolah dasar di Perguruan Cikini, biaya sekolah dibayarkan dengan uang dan beras satu liter. Bapak tidak berkenan jika hal itu dilakukan oleh orang lain. Bapak pula yang memberikan saya pendidikan agama dan mengajari saya membaca Al Quran."

Mbak Tutut yang hadir dalam peluncuran buku itu mengatakan, buku ini memang menceritakan tentang pribadi Soeharto di mata sahabat dan lawan-lawannya.

"Sebagian besar belum pernah diceritakan. Tidak semua bisa memberikan kenang-kenangannya dalam tulisan ini. Masih banyak yang ingin menceritakan kisahnya," kata Tutut.

Sebelumnya, pada Mei 2010 lalu, sebuah buku yang menceritakan sosok mantan Presiden Soeharto juga diluncurkan oleh adiknya, Probosutedjo. Buku itu berjudul Saya dan Mas Harto.

Dalam buku setebal 680 halaman itu, Probo menuangkan berbagai kisahnya bersama Soeharto. Ia mengungkapkan dengan terbuka bahwa di balik tudingan negatif tentang Soeharto, ia menyerap banyak catatan positif tentang cita-cita besar kakaknya itu. [ant/beritajatim/lal]

Tidak ada komentar: