Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi III DPR RI yang membidangi hukum dari Fraksi Partai Golongan Karya (Golkar), Bambang Soesatyo, menilai bahwa penuntutan sejumlah perkara korupsi yang ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terlihat janggal.

"Semua itu memunculkan pertanyaan seputar kredibilitas dan kapabilitas Jaksa Penuntut Umum Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor)," katanya kepada ANTARA News di Jakarta, Minggu.

Karena itu, ia dan sejumlah anggota Komisi III DPR RI yang juga didukung sejumlah pemerhati hukum dan keadilan bersepakat bahwa harus ada pengawasan khusus terhadap proses penuntutan kasus Tipikor di KPK.

"Saya sependapat bahwa jaksa di Pengadilan Tipikor harus diawasi," ujarnya.

Bambang Soesatyo mengatakan, kasus paling mencolok ialah menyangkut kejanggalan proses penuntutan kasus dugaan suap cek perjalanan dalam pemilihan Deputi Senior Gubernur Bank Indonesia pada 2004.

"Pihak yang menerima suap sudah diputuskan bersalah dan divonis, tetapi pihak penyuap tak tersentuh. Ini kasus mencolok, dan menambah kejanggalan" ungkapnya.

Di Pengadilan Tipikor, lanjutnya, terbukti konstruksi hukum kasus suap itu telah diubah menjadi kasus menerima hadiah atau gratifikasi.

"Perubahan konstruksi hukum kasus ini diduga untuk meloloskan penyuap dari jerat hukum," katanya.

Kini, menurut dia, Nunun Nurbaeti telah ditetapkan sebagai tersangka kasus tersebut.

"Berarti untuk kasus yang sama, jaksa Tipikor mengubah lagi konstruksi hukum kasus itu sebagai perkara penyuapan," bebernya.

Namun begitu, demikian Bambang Soesatyo, penetapan Nunun Nurbaeti sebagai tersangka menambah kejanggalan.

Soalnya, ungkap dia, Arie Malangjudo yang menyerahkan cek ke anggota DPR RI tidak dijadikan tersangka.

"Begitu pula Miranda Swaray Goeltom, yang mengumpulkan anggota DPR RI dan membiayai pertemuan di Hotel Dharmawangsa, tidak dijadikan tersangka. Inilah butir-butir kejanggalan. Itu baru dari satu kasus, belum yang lain," ujarnya menambahkan.