Jakarta (ANTARA News) - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan permasalahan penyetoran pajak senilai Rp859,64 miliar dan sanksi Rp13,69 miliar atas 11 Kementerian Lembaga, sembilan pemerintah provinsi dan 10 pemerintah kota/kabupaten.

"Masalah penyetoran pajak itu merupakan tindakan tidak dan terlambat setor pajak yang berindikasi setoran pajak fiktif dan keterlambatan pelimpahan pajak oleh bank persepsi," ujar Auditor Utama Keuangan Negara II BPK Syafri Adnan Baharuddin dalam penyerahan laporan hasil pemeriksaan kewajiban perpajakan atas pengelolaan APBN/D di Jakarta, Selasa.

Hadir dalam acara tersebut Menteri Keuangan Agus Martowardojo, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, Wakil Kepala staf Angkatan Darat, Laut dan Udara, Kasum TNI, Wakapolri, Pejabat eselon I BPK, Sekjen Kementerian Lembaga, Sekda Provinsi Kota Kabupaten dan Direksi Bank Pemerintah Daerah.

BPK juga menemukan permasalahan pengenaan pajak berupa salah jenis pajak, tarif pajak, dasar pengenaan pajak, objek pajak yang tidak dipotong maupun dipungut dan tidak seharusnya dipotong maupun dipungut yang mengakibatkan Lebih Potong Rp54,81 miliar dan Kurang Potong Rp368,7 miliar.

"Selain itu, BPK menemukan permasalahan pelaporan pajak karena tidak dan terlambat menyampaikan surat pemberitahuan (SPT) dengan potensi sanksi senilai Rp3,1 miliar," ujar Syafri.

BPK juga menemukan perbuatan melawan hukum dengan adanya indikasi setoran pajak fiktif senilai Rp674,6 juta, bendahara diduga memiliki Surat Setoran Pajak (SSP) fiktif berdasarkan hasil uji silang terhadap modul penerimaan negara dan konfirmasi ke kantor pelayanan perbendaharaan negara dan bank persepsi.

Anggota BPK Taufiequrachman Ruki menambahkan, kepatuhan dari obyek pemeriksaan perpajakan masih rendah dan untuk itu pemerintah pusat maupun daerah perlu melakukan langkah perbaikan penatausahaan kewajiban perpajakan dalam rangka mendukung peningkatan penerimaan perpajakan.

"Dirjen Pajak perlu mengintensifkan sosialisasi perpajakan guna meningkatkan pengetahuan perpajakan para bendahara pengeluaran dan Dirjen Perbendaharaan perlu meningkatkan pengawasan terhadap bank-bank persepsi terkait dengan pelimpahan penerimaan negara yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku," ujarnya.

Selain itu, Ruki mengatakan BPK memberikan rekomendasi kepada Menteri Keuangan untuk meminta bantuan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dalam memanfaatkan data dan informasi hasil pemeriksaan untuk melakukan pengawasan atas kepatuhan perpajakan bendahara pengeluaran.

"Menteri Dalam Negeri juga perlu memberikan instruksi kepada Gubernur, Walikota maupun Bupati dan Kepala Satuan Kerja di bawahnya agar menyusun sistem dan prosedur terkait dengan pemenuhan kewajiban perpajakan bendahara pengeluaran," ujar Ruki.