Jakarta
(ANTARA News) - Kementerian Perindustrian mensosialisasikan kebijakan
pemerintah tentang pengurangan subsidi BBM yang berdampak terhadap
kenaikan harga BBM bersubsidi.
Menurut
Sekretaris Jenderal Kemenperin Ansari Bukhari dalam konferensi pers di
Jakarta, Rabu, kenaikan harga BBM tidak berdampak signifikan karena
sektor industri telah menggunakan BBM dengan harga pasa (nonsubsidi).
"Kebijakan
pengurangan subsidi BBM yang akan berujung kenaikan harga BBM, pada
dasarnya tidak berdampak signifikan terhadap struktur biaya produksi.
Hal itu dimungkinkan karena sektor industri telah menggunakan BBM dengan
harga pasar (non subsidi)," katanya di Kemenperin , Jakarta, Selasa.
Meski
begitu, menurut dia, kenaikan harga BBM bersubsidi akan sedikit
berdampak pada kenaikan biaya transportasi, sehingga akan berdampak pada
sektor yang menggunakan jasa-jasa transportasi, termasuk sektor
industri.
“Namun tidak terlalu signifikan terhadap peningkatan biaya produksi,” katanya.
Dia
menuturkan kenaikan harga BBM (premium 44 persen dan solar 22 persen)
memang akan berdampak langsung pada peningkatan biaya transportasi
masing-masing sebesar 23.8 persen dan 11,9 persen.
“Akan
tetapi, kenaikan BBM premium sebesar 44 persen hanya akan menyebabkan
kenaikan biaya produksi rata-rata sebesar 1,2 persen”, katanya
Sementara
itu, beberapa komoditi strategis seperti makanan dan minuman hanya naik
sebesar 0,63 persen, semen sebesar 0,66 persen, serta tekstil dan alas
kaki masing-masing sebesar 1,54 persen.
Sedangkan kenaikan BBM solar sebesar 22 persen akan menyebabkan kenaikan biaya produksi rata-rata sebesar 0,6 persen.
Beberapa
komoditi strategis seperti makanan dan minuman hanya naik sebesar 0,31
persen, semen sebesar 0,33 persen, serta tekstil dan alas kaki
masing-masing sebesar 0,77 persen.
"Dengan
demikian, kenaikan harga BBM baik premium maupun solar tidak akan
berdampak secara signifikan terhadap kenaikan biaya produksi sektor
industri," katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar