VIVAnews
- Ahli hukum pidana Profesor Romli Atmasasmita mengungkapkan kesalahan
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam konteks hubungannya dengan dua
institusi penegak hukum lainnya, yakni Polri dan Kejaksaan Agung.
Menurut Romli, Mou yang disepakati bersama justru melemahkan KPK. "Dan itu ditandatangani Abraham Samad. Itu persoalannya," kata Romli usai rapat dengan Polri di Gedung Divisi Hukum Mabes Polri, Jakarta, Senin 6 Agustus 2012.
Romli mengatakan sebagai lembaga supervisi, dan di dalam trigger mechanism, KPK seharusnya lebih memiliki wewenang yang lebih besar. Dengan adanya Mou, kewenangan supervisi justru hilang. "Jadi selevel," jelasnya.
Lantas bagaimana solusinya? "Solusinya mesti duduk bareng," ucapnya.
Sebelumnya, Polri selalu berpendapat bahwa KPK melanggar kesepakatan bersama itu dalam mengusut korupsi simulator SIM. Bahkan Polri menuding KPK tidak memiliki etika turut mengusut korupsi proyek senilai Rp190 miliar itu.
"KPK dalam kasus ini telah menerabas MoU dan tidak beretika," kata Kepala Badan Reserse dan Kriminal Polri Komisaris Jenderal Polisi Sutarman dalam keterangan pers di Markas Besar Polri, Jakarta Selatan, Jumat 3 Agustus 2012.
MoU tentang Optimalisasi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ini ditandatangani oleh Polri, Kejaksaan Agung, dan KPK pada 28 Maret 2012.
Dalam Pasal 8 MoU itu disebutkan:
1. Dalam hal para pihak melakukan penyelidikan pada sasaran yang sama, untuk menghindari duplikasi penyelidikan maka penentuan instansi yang mempunyai kewajiban untuk menindaklanjuti penyelidikan adalah instansi yang lebih dahulu mengeluarkan surat perintah penyelidikan atau atas kesepakatan para pihak;
2. Penyidikan yang dilakukan pihak Kejaksaan dan pihak Polri diberitahukan kepada pihak KPK, dan perkembangannya diberitahukan kepada pihak KPK paling lama tiga bulan sekali;
3. Pihak KPK menerima rekapitulasi penyampaian bulanan atas kegiatan penyidikan yang dilaksanakan oleh pihak Kejaksaan dan pihak Polri;
4. Penyelidikan dan penyidikan tindak pidana korupsi oleh salah satu pihak dapat dialihkan ke pihak lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, dengan terlebih dahulu dilakukan gelar perkara yang dihadiri oleh para pihak yang pelaksanaannya dituangkan dalam berita acara. (umi)
Menurut Romli, Mou yang disepakati bersama justru melemahkan KPK. "Dan itu ditandatangani Abraham Samad. Itu persoalannya," kata Romli usai rapat dengan Polri di Gedung Divisi Hukum Mabes Polri, Jakarta, Senin 6 Agustus 2012.
Romli mengatakan sebagai lembaga supervisi, dan di dalam trigger mechanism, KPK seharusnya lebih memiliki wewenang yang lebih besar. Dengan adanya Mou, kewenangan supervisi justru hilang. "Jadi selevel," jelasnya.
Lantas bagaimana solusinya? "Solusinya mesti duduk bareng," ucapnya.
Sebelumnya, Polri selalu berpendapat bahwa KPK melanggar kesepakatan bersama itu dalam mengusut korupsi simulator SIM. Bahkan Polri menuding KPK tidak memiliki etika turut mengusut korupsi proyek senilai Rp190 miliar itu.
"KPK dalam kasus ini telah menerabas MoU dan tidak beretika," kata Kepala Badan Reserse dan Kriminal Polri Komisaris Jenderal Polisi Sutarman dalam keterangan pers di Markas Besar Polri, Jakarta Selatan, Jumat 3 Agustus 2012.
MoU tentang Optimalisasi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ini ditandatangani oleh Polri, Kejaksaan Agung, dan KPK pada 28 Maret 2012.
Dalam Pasal 8 MoU itu disebutkan:
1. Dalam hal para pihak melakukan penyelidikan pada sasaran yang sama, untuk menghindari duplikasi penyelidikan maka penentuan instansi yang mempunyai kewajiban untuk menindaklanjuti penyelidikan adalah instansi yang lebih dahulu mengeluarkan surat perintah penyelidikan atau atas kesepakatan para pihak;
2. Penyidikan yang dilakukan pihak Kejaksaan dan pihak Polri diberitahukan kepada pihak KPK, dan perkembangannya diberitahukan kepada pihak KPK paling lama tiga bulan sekali;
3. Pihak KPK menerima rekapitulasi penyampaian bulanan atas kegiatan penyidikan yang dilaksanakan oleh pihak Kejaksaan dan pihak Polri;
4. Penyelidikan dan penyidikan tindak pidana korupsi oleh salah satu pihak dapat dialihkan ke pihak lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, dengan terlebih dahulu dilakukan gelar perkara yang dihadiri oleh para pihak yang pelaksanaannya dituangkan dalam berita acara. (umi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar